Saturday, September 7, 2013

Amatir dan Pro

Pembicaraan seputar Personal Branding untuk penulis, belakangan seolah nggak pernah habis dibicarakan. Tak sedikit pula yang membagi2 tips untuk membentuk personal branding secara maksimal demi mendukung marketing dan (mungkin juga) popularitas.


Yup. Kayanya di era ini, banyak profesi yang udah terkena cipratan efek selebritas ya? ada ustad seleb, pengacara seleb, termasuk penulis seleb. Fenomena yang cukup menuai kritik tentang lebih pentingnya kemasan dan performa ketimbang konten atau isi.

Kali ini saya nggak akan ngajak berbincang tentang seleb2an ini, hanya ingin membagi cerita, saat kapan hari, iseng saya nge-stalking twitter seorang pelaku literasi tentang personal branding menurut pemahamannya. Meski hastagnya Personal Branding, tapi sebagian besar isinya justru seolah-olah menajamkan perbedaan branding antara yang dia sebut sebagai penulis pro dan amatir.

Saya tidak ingat persis semua twitnya, hanya beberapa yang sempat terekam, antara lain bahwa perilaku rajin update status tentang progress nulis, dikit2 update tentang apa yang lagi ditulis, udah berapa halaman, dsb, itu nunjukin kalo branding nya masih brand amatir, termasuk rajin ikut lomba nulis sana-sini, itu juga perilaku amatir. Waktu itu saya iseng nanya, berarti kalo brand profesional itu yang typikal silence kali ya? sayang jaringan lagi lemot, pertanyaan saya nggak nongol di TL. Soalnya kalo ngomongin branding ini, pinginnya saya sih kaya' Ilana Tan aja, atau RR #eh salah, ini bukan penulis ya :D. Nggak punya akun socmed, nggak pernah nongol di socmed, blog apalagi promo2 tapi tetep aja karyanya laris dan best seller. jadi Personal Brandingnya ya Silence Branding.

Tapi meski kepingin, kalo disuruh ngejalanin kaya'nya saya juga nggak bakal sanggup deh, hehe, karena berinteraksi dengan pembaca lewat akun2 socmed itu juga menjadi kebahagiaan tersendiri. Kembali ke twit tadi, akhirnya satu pertanyaan saya yang nongol, saya tanyain, jadi menurut mas, beda penulis pro dan amatir itu dimana? Apa dilihat dari jumlah karyanya yang terpublikasikan? Lamanya bergelut di dunia nulis? Karakter branding di socmed atau aktif di lomba2?
Waktu itu jawabannya singkat aja, menurutnya, penulis amatir itu adalah yang masih "coba-coba". Wah, saya juga bingung maksudnya apa.

Kalo ditanyakan ke saya, saya jujur bilang indikator pro dan amatir ini masih sangat ambigu. Ada orang yang udah belasan tahun nulis, tapi karyanya baru satu dua yang dipublikasi, ini pro apa amatir? Ada yang baru beberapa tahun saja nulis, nerbitin satu dua karya langsung meledak, ini pro apa amatir? yang masih rajin nyari peruntungan lomba nulis, ini pro apa amatir? So, kalo nurut saya, mending nggak usah dikategori2in aja deh, hehe. Apalagi, saya juga pernah nemu 'pernyataan' penulis yang nggak mau disebut pro, entah karena memang rendah hati, atau karena tak ingin ada penilaian terhadap kualitas karyanya kalau udah telanjur dicap pro. Hehe.

Untuk personal branding, pendapat saya pribadi, itu dikembaliin ke karakter masing2 aja deh, biar natural. yang suka update ya nggak apa-apa update aja progress nulisnya, itung2 jadi penyemangat dia juga mungkin. yang udah dari sononya silence, ya keep silence aja. Tapi kalo memang serius ingin personal brandingnya mendongkrak citra dan pemasaran, ya kudu serius dan konsen juga melakukannya. Batasi diri ngupdate kalimat negatif seperti keluhan, curcol geje apalagi menyindir2 orang lain. Or mau yang membranding diri ala motivator? Ya silakan aja, siapa tahu ntar banyak yang share kata2 mutiaranya, hehe. Gitu aja deh ya, baru nyadar ini tulisan rada2 nggak jelas arahnya kemana :D

Oleh: Riawani Elyta (www.riawanielyta.com)

2 comments:

  1. hehe, terutama komen negatif dan nyindirin. duh, susah juga ya personal branding. seperti ga jadi diri kita yang natural.

    ReplyDelete
  2. heheheh....bisa jadi si penulisnya malah ngga ingat untuk pencitraan, tapi pembaca menganggap sebaliknya

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung ke blog BaW. Mohon kritik dan komentar yang membangun untuk setiap postingan ;)