Oleh: Leyla Hana
Sekitar tahun 1990-an, novel islami sempat meledak dengan munculnya organisasi penulis, Forum Lingkar Pena. Saya sendiri mengakui bahwa saya dibesarkan oleh FLP. Saya begitu bersemangat menulis novel-novel islami, tak kurang ada 20 novel sampai saat ini. Yap, sampai novel terbaru yang kemarin terbit, "Perjanjian yang Kuat" masih di bawah label novel islami. Saya sempat vakum tiga tahun tidak menerbitkan novel islami, karena sulitnya mencari penerbit. Rupanya saat itu novel islami sedang terpuruk. Sampai sekarang bangkit lagi, meski belum meledak sekali seperti dulu.
Nah, berikut ini saya akan mewawancarai para penulis yang baru saja menerbitkan novel di bawah label islami. Siapa tahu ada ilmu yang bisa dipetik, terutama buat kamu yang tertarik menulis novel islami. Yuk, disimak....
Tanya: Apa definisi novel Islami menurut Bunda-Bunda?
Shabrina Ws dan BETANG |
Shabrina Ws: Novel islami? Waktu remaja, aku pembaca Annida dan Ummi, serta menjadi sebagian pembaca fiksi-fiksi islami saat lagi booming dulu, jadi sekitar akhir SMA-kuliah. Menurutku fiksi islami saat itu adalah apa-apa yang memberikan pencerahan untuk kebaikan. Misalnya, meskipun aku berjilbab sejak MTs-Aliyah, tapi setelah sekolah ya lepas aja, karena bener-bener nggak ngerti kalau jilbab itu wajib, tertulis di Alquran. Nah, aku tahu tentang kewajiban jilbab, tata pergaulan, plus pengetahuan lain seperti percaya ramalan itu dosa besar, atau rohis dan semacamnya itu ya dari fiksi islami tersebut. Dan untuk sekarang aku menambah poin, fiksi islami itu menurutku selain hal-hal di atas, islami tidak sekadar label, tapi apa aja yang mengandung kebaikan dan kebenaran baik tersirat maupun tersurat yang tidak melenceng dari Quran dan Hadits.
Ade Anita: Novel islami? Jujur, aku dulu tidak mengikuti perkembangan novel islami. Tapi, aku sempat mendengar gonjang-ganjing perseterua antara penulis islami dan penulis non islami dan itu membuatku ingin mengetahui "novel islami itu apa sih?" lalu mulailah aku berkenalan dengan bukunya Helvi Tiara Rosa yang berjudul Pelangi .... (lupa); isinya tentang hal2 keseharian yang dia tulis bersama asma nadia yang mengandung hikmah.
Eh.. kok aku suka ya dengan bacaan itu. Lalu aku lanjut baca bukunya Izzatul yang berjudul berjuta hidayah... suka juga. Sejak itu aku mulai baca buku2 dari penulis yang masuk kubu penulis novel islami. Terus dari situ aku mulai baca beberapa novel islami. Ada yang aku suka ada juga yang biasa-biasa saja.
Dari kesan ini, kalau ditanya ke aku apa itu novel islami maka jawabannya adalah: novel yang dalam salah satu tulisannya adalah untuk memberipencerahan pada pembacanya dan juga ada nilai dakwahnya. Baik dakwah yang tersamar maupun yang tidak terasa sama sekali.
Dalam perkembangan lebih lanjut, aku jadi belajar apa itu novel islami. Jadi ada tambahannya lagi: dalam perilaku tokoh-tokohnya hukum haram-halal-sunnah-wajib-dan hukum-hukum syari'at lain tetap diberlakukan. Jadi, kita dilarang melukiskan postur tubuh seorang wanita yang terlalu detail sehingga membangkitkan birahi pembaca. Atau mendeskripsikan hubungan seksual dalam rangkaian kalimat kita, bahkan meski itu terjadi antara pasangan suami istri yang halal sekalipun. Dan, yang pasti harus ada adalah: ada pengakuan dalam cerita tersebut bahwa hanya Allah-lah tempat kita semua bergantung dan bermunajat. Tidak ada yang lain, pun tidak juga boleh ada pemujaan yang berlebihan pada seseorang atau sesuatu; hanya ada Allah sajalah.
Ella Sofa: Novel islami menurut saya adalah novel yang didalamnya terdapat nilai-nilai islam yang ingin disampaikan penulis kepada para pembacanya. Jadi, hakekatnya tak harus yang berlabel 'islami' sih. Kalau isi novel tak melenceng dari islam, bahkan menunjukkan kebiasaan sehari-hari orang islam, walaupun temanya umum, judul juga umum, bisa juga disebut islami. Segala bentuk nilai kebaikan insyaallah islami ya... Tapi memang biasanya ada label tertentu dari penerbit pada novel islami, mungkin agar para pencari novel yang 'baik' gampang milih. sekali lagi bukan berarti novel umum tidak baik, kita bisa menemukan yang baik atau juga yang tidak baik dibaca.
Tanya: Apakah Bunda-Bunda memang meniatkan diri untuk menulis novel Islami?
Shabrina WS: Secara label atau secara nilai nih? Aku nulis nawaitunya ya menanam kebaikan, semoga ada kebaikan yang bisa kuambil dan diambil pembaca dari tulisanku. Aku membayangkan bahwa kelak tulisan-tulisanku akan dibaca anak-anakku. Juga, yang paling penting tulisan-tulisanku akan dimintai pertanggungjawaban-Nya. Itu patokanku. Makanya kadang kalau nulisnya nggak sreg mbuleeet aja gak selesai-selesai. Tapi sebenarnya, aku pengennya tulisanku bisa dibaca siapa aja.
Ade Anita: Nah... jujur: tidak.
Aku nulis niatnya untuk menyebar kebaikan. Lalu, ketika penerbit atau editor memasukkan novelku ke dalam kelompok novel islami, itu bonus tersendiri buatku.
Ella Sofa: Saya nggak terlalu niat mengkhususkan diri harus novel islami sih. Biasanya tulisan kan lahir dari dorongan hati untuk menyampaikan satu hal yang kita tangkap dari realita, kemudian diramu agar bisa sampai ke pembaca. Nha ketika nilai-nilai yg termuat dalam novel tersebut adalah nilai-nilai islami, ya alhamdulillah, semoga berkah buat pembaca atau penulis. Menulis roman atau novel umum pun tak menghalangi kita untuk memasukkan nilai-nilai islam. Tentang kejujuran, keadilan, rendah hati, setia kawan, itu kan juga islami.
Tanya: Adakah penulis novel Islami yang menjadi teladan?
Ade Anita dan Yang Tersimpan di Sudut Hati |
Shabrina WS: Banyaaak, penulis-penulis Annida, penulis-penulis novel-novel islami waktu masih SMA dan kuliah, rata-rata kisah dan cerita yang mereka tulis menjadi ‘sahabatku’. Aku banyak dapat solusi dari sana.
Ade Anita: Ada. Yaitu Buya Hamka, Helvy Tiana Rosa dan Taufik Ismail. Kenapa? Karya-karya mereka tidak pernah ditujukan hanya untuk satu golongan saja. Siapa saja bisa membacanya dan tetap merasa nyaman membacanya. Tidak ada nilai tendensius apa-apa di dalamnya. Menurutku ini briliyan sekali. Karena, perintah "sampaikan walau hanya satu ayat" itu sebenarnya sebuah perintah yang ditujukan bukan hanya untuk sesama orang Islam saja tapi juga kepada masyarakat secara umum. Nah.. ketiga orang ini selalu menuliskan sebuah gambaran islam yagn universal.
Ella Sofa: Asma Nadia, Tere Liye, Pipit Senja. Penulis-penuli yang aku gak inget siapa aja, yang nulis cerpen islami. Aku sempat pengeeen jadi penulis gara-gara baca cerpen-cerpen itu. Novel 'Serpihan Hati ' Teh Pipit, membuatku mimpi siang bolong untuk jadi penulis. Sedangkan "Istana Ke Dua" Mbak Asma Nadia membuatku merasa bahwa penulis itu seseorang yang luar biasa. Waktu itu tak terbayang akhirnya ikutan coba menulis novel. Alhamdulillah, mungkin Allah mendengar doa bawah sadar saya. Tapi, saya merasa biasa saja, tak ada yang luar biasa, tapi sangat bersyukur...
Tanya: Bagaimana segmen pasar novel islami sekarang ini, menurut Bunda-Bunda?
Shabrina WS: Nggak tahu secara pasti ya. Tapi aku yakin insya Allah masih banyak yang mencari. Meskipun kadang label islami kayaknya justru bikin buku itu susah menjangkau banyak pembeli. Karena kan orang kadang lihat labelnya udah mundur duluan.Tapi label islami juga dibutuhkan lho, agar memudahkan pembaca yang memang sengaja mencari bacaan yang mereka inginkan.
Ade Anita: Kalau dulu, novel islami pernah mengalami masa-masa keemasan maka sekarang sepertinya masyarakat pembaca sudah mulai mengalami kejenuhan. Entahlah. Bisa jadi karena beberapa tahun terakhir ini, aku perhatikan ada semacam budaya latah di kalangan penulis novel islami. Jadi, ketika booming seting mesir, mereka cepat2 nulis novel dengan seting timur tengah. Lalu ketika booming kisah pesantren mereka lakuin hal yang sama. Dan ternyata, yang menulis itu, karena latah, modalnya hanya "mampu menyelipkan satu dua buah ayat di dalamnya" dan tokoh2nya dijilbabin aja. Akhirnya, pembaca jadi jenuh sendiri dengan kehadiran novel2 islami ini. Belum beli novelnya sudah berprasangka duluan "ah, paling tentang mesir atau pesantren".. jadilah pamor novel islami agak2 meredup sejenak.
Semoga saja kehadiran novel islami yang berbeda dengan yang banyak beredar yang sekarang sudah mulai bermunculan (seperti novelku "Yang Tersimpan di Sudut Hati" atau novel Shabrina WS "Betang, cinta yang tumbuh dalam diam" atau novel Ella Sofa "Temui Aku di Surga" bisa membawa angin segar dan novel islami kembali naik daun. Kenapa? karena novel-novel kami ini berbeda dengan novel a la Timur Tengah atau a la Pesantren. Novel-novel kami ini mengangkat setting lokalitas keindahan negeri Indonesia yang berpenduduk mayoritas Islam)
Ella Sofa: Jujur, membaca roman itu sangat membuat penasaran, harap-harap cemas, seakan kita jadi tokoh yang lagi kasmaran atau patah hati. Makanya novel seperti ini paling laris. Membaca novel detektif juga begitu melibatkan emosi dan otak, asyik! Nha, ketika sebuah novel ada label islaminya, mungkin tak semua kalangan tertarik membaca apalagi membelinya. Mungkin belum-belum sudah merasa bahwa novel tersebut akan berisi kalimat-kalimat wejangan yang menggurui, tentang nilai-nilai agama yang menurut sebagian atau mayoritas pembaca isinya begitu-begitu saja. Juga, membaca novel biasanya adalah salah satu cara membuang penat, jadi mereka lebih suka yang 'menghibur'.
Ella Sofa dan Temui Aku di Surga |
Nha, image agama kan tidak 'menghibur' tapi sebaliknya. Hanya orang-orang tertentu yang merasa butuh dan tidak 'takut' dengan kata 'islami' yang beli. Dengan pertimbangan itu, maka tak salah jika seorang penulis memilih jalur umum sepanjang tulisannya menyebar kebaikan dan menginspirasi pembaca agar lebih baik. Justru di sini seni seorang penulis terasah. Membuat tulisan yang kesannya 'menghibur' dan bisa diterima semua kalangan, tapi isinya dipenuhi muatan dakwah yang tak menggurui. Lalu apakah prospek novel islami kurang bagus? Tidak juga ya, buktinya novel novel Habiburrahman El Shirazy laris manis, cetak ulang, difilmkan. begitu pula Tere Liye. Jadi, Tapi tak perlu kecil hati sih, untuk penulis novel islami. Novel islami tetap ada penggemar tersendiri. Bahkan ada juga kan non muslim yang juga baca buku-buku islami karena penasaran dengan islam. Nha, peluang untuk lebih memperkenalkan islam lewat karya kita kan? Allah pasti menilai niat penulis. Jadi, melihat pasar itu perlu, tapi ketika ingin menulis novel islami karena ingin berdakwah, dengarkan suara hati juga. Novel islami ada juga yang mampu meraih simpati pembaca hingga difilmkan, dicetak berulang ulang.
Tanya: Perlukah seorang penulis novel islami menyesuaikan diri antara sikap dan perilakunya dengan tulisannya?
Shabrina WS: Ada dua jawaban nih. Pertama, aku sebagai pembaca: Aku melihat tulisannya, bukan yang menulis. Meskipun beberapa buku kalau aku cocok dengan tulisannya ya aku akan cari lagi. Kedua, aku sebagai penulis, aku selalu ingat pesan temanku 10 tahun yang lalu. “Apa yang kau katakan (tuliskan) hendaknya kamu juga melakukan. Karena di situlah kunci suksesnya kebaikan tersampaikan.” Tapi aku belum bisa seperti itu, masih banyak kekurangan, masih harus teruus belajar. Ya karena sejujurnya sebagian dari tulisanku justru masih hal-hal yang kuharapkan dan yang kuimpikan. Semoga itu menjadi pengingatku.
Ade Anita: Aku gak tahu penulis lain gimana, tapi buatku sendiri, aku selalu ingat satu hal ini dalam menulis sesuatu: Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak perbuat? Amat besar kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan). (QS.Ash Shaf: 2 – 3). Tapi jangan dibalik mentafsirkannya. Ketika aku menulis sebuah kejahilan, bukan berarti aku harus mengerjakannya. Karena, sebuah pencerahan akan terlihat lebih nyata cerah setelah sebelumnya kita menorehkan kuas kelabu di lukisan tulisan kita. Alias, contoh2 keburukan itu tidak harus dilakukan dulu.
Ella Sofa: Jujur kalau aku masih jauh dari seorang benar-benar berislam kaffah. Masih harus banyak belajar. Tapi seperti berjilbab, kan gak harus nunggu bener-benar baik dulu. Dan memperbaiki kelakuan juga hendaknya tak hanya karena menjadi penulis islami. Dan saya masih berusaha agar lebih baik.
Udah puas belum baca ulasan penulis-penulis di atas? Kalau belum, boleh kok inbox mereka langsung hehe.... Menulis novel di bawal label apa pun, yang penting tulisan kita menyuarakan kebaikan ya. Yuk, terus semangat menulis!
mau ada label islaminya atau gak, semoga penulis-penulis terus meniatkan tulisannya untuk menyebar kebaikan. Insyaallah berkah baut yg nulis juga yang baca
ReplyDeleteberbicaralah yg baik atau diam...
ReplyDeletebegitu jg dengan menulis ya.. suka banget postingan ini. smoga penulis2 BAW slalu berkah tulisannya ya.. membawa kebaikan buat pembacanya smua.. amiin :)
keren banget tema ini. Intinya memang kita harus memiliki misi kebaikan dalam setiap tulisan kita. Aku ingat banget saat membaca buku apalagi buku yang aku suka, aku begitu ingin meniru kebaikan sang tokoh. makanya kalau ada nilai nggak baiknya, takutnya diikuti pembaca (misinya maksudnya, kalau ada tokoh antagonis kan sudah dinetralisir sapa tokoh protagonis)
ReplyDeletekeren-keren semua
ReplyDeletekeren semua nih penulisnya.... jadi pengen mengikuti jejak mereka nulis novel Islami :)
ReplyDeletepingiin bisa mengikuti jejak bunda-bunda di atas.. (eh, disebutnya bunda ya? :D )
ReplyDeletekeren banget semua penulis semoga memberikan makna positif
ReplyDeletekeren banget saya sangat suka sam novel islami :)
ReplyDeleteKeren banget :)
ReplyDeleteSukses buat penulis :)
ReplyDeleteBetul sekali, baik penulis ataupun pembaca tentunya sama2 masih belajar ,belajar menjadi manusia yg lebih baik lagi.Semaangat buat para penulis,teruslah tebar kebaikan.:)
ReplyDelete