Thursday, February 13, 2014

[Buku Pilihan Admin] Takbir Rindu di Istanbul

Pujia Achmad

     
     Dear, BAW-ers, udah lama nih gak ngomongin Buku Pilihan Admin. Kali ini Bundamin mau mewawancarai penulis novel TAKBIR RINDU DI ISTANBUL, Bunda Pujia Achmad. Kebetulan kan sedang ada lomba resensinya. Sebelum hunting bukunya, yuk simak proses kreatif penulisannya ^^

J   Ceritain dong proses penulisan novel ini. Dari mana dapat idenya, judulnya, trus konon kabarnya novel ini pernah diterbitkan dengan judul Bulan Sabit di Rotterdam, ya?

Sebenarnya ide penulisan novel Takbir Rindu di Istanbul ini sudah ada sejak saya masih kuliah di Belanda, yang kemudian setelah jadi saya beri judul Bulan Sabit di Rotterdam. Tapi karena kesibukan kuliah, nyusun thesis dll, ide itu akhirnya hanya mengendap di pikiran. Begitu kembali ke tanah air, back to the real world, saya masih belum sempat menuliskannya karena kesibukan di kantor. Hingga tidak sengaja membaca pengumuman kalau ada lomba menulis novel yang dilaksanakan Penerbit Indiva (2010).


Saya kebutlah novel itu, jadi, lalu submit, dengan judul seperti yang sudah saya singgung, Bulan Sabit di Rotterdam. Meskipun tidak lolos, tapi hikmah yang bisa dipetik, lomba itu memacu imajinasi saya untuk menyelesaikannya. Belakangan baru saya tahu pemenangnya ternyata teman sendiri, Mbak Riawany Elyta dengan novelnya Persona Non Grata. Atas informasi teman, Leutika Prio sedang mengadakan Lomba Menulis Novel, lalu saya ikutkan novel Bulan Sabit di Rotterdam di lomba itu, dan lolos. Sebagai hadiahnya novel ini diterbitkan indie oleh Leutika Prio dan dijual online dengan system Print On Demand. Sempat pula menjadi  best seller di Leutika Prio. Bahkan pernah diterbitkan offline (di toko buku) dalam jumlah terbatas setelahnya. Saat novel ini beredar secara online, saya menulis sekuelnya, Takbir Rindu di Rotterdam.

 Setting novel ini kan di Rotterdam, Belanda dan Istanbul, apakah Mba Pujia sudah pernah tinggal di sana?

Sempat tinggal di Rotterdam dan singgah di beberapa kota lain di Belanda. Setting Belanda yang saya sebut di novel itu semuanya sudah pernah saya kunjungi. Kalau Istanbul, belum, hanya dengar dari cerita teman yang pernah kesana, pengalamannya, dan hasil googling.

 Aktivitas Mba Pujia sehari-hari selain nulis, apa aja sih? Kapan biasanya waktu untuk menulis di tengah padatnya aktivitas?

Saya bekerja sebagai PNS di Pemkot Blitar, Bumi Bung Karno (kalau ke Blitar kabar-kabari ya, nanti kita wisata kebangsaan *wisata apa tuh* wisata mengenal Presiden Pertama RI dengan segala kehidupannya di masa lampau) hehehe. Kembali ke topik pembicaraan, harus saya akui, urus pekerjaan kantor, rumah dengan 3 anak yang masih kecil, 5 tahun, 3 tahun dan 9 bulan, sangat menyita waktu dan menguras tenaga dan pikiran, tapi menulis adalah jiwa saya. Menulis bahkan bisa menjadi pengobat lelah. Biasanya saya menulis setiap ada kesempatan, waktunya tidak tentu, kadang jam 10 malam ketika anak-anak sudah tidur, atau dini hari ketika anak-anak terbangun minta asi, setelah mereka tidur, saya lalu menulis. Kadang-kadang siang atau sore hari pada hari libur kalau anak-anak dijemput neneknya main di sana.

  Selain novel ini, apakah Mba Pujia akan menerbitkan novel lain atau sedang menulis novel lain?

Selain novel, saya menulis beberapa antologi bersama teman-teman yang memiliki hobi sama, menulis. Nilai positifnya, antologi itu diawali audisi, jadi meskipun tidak diterbitkan penerbit besar saya tetap senang bisa bergabung. Diantaranya : Narsis Unlimited, Di Dalam Genggaman Tangan Tuhan, Di Masjid Hatiku Terkait, Bidadari Berkostum Badut dan Asimorfosa.

Saat ini sedang menyelesaikan tiga novel, tapi masih belum kelar, still in process. Ada satu novel saya yang saat ini berada di Elexmedia, sudah revisi satu kali,  dan sekarang menunggu kabar selanjutnya.

 Berapa lama penulisan novel ini, trus gimana ceritanya sampai bisa diterbitkan oleh Puspa Populer?

Jadi ceritanya, saat novel Bulan Sabit di Rotterdam diterbitkan Leutika Prio sempat berharap akan dilirik penerbit mayor, karena berdasarkan info dari penerbit indie itu, mereka bekerja sama dengan penerbit mayor, yang layak dan terpilih akan ditarik diterbitkan penerbit mayor. Ternyata mimpi itu menjadi nyata. Saya dapat ‘surat cinta’ dari editor Puspa Populer yang ‘melamar’ novel Bulan Sabit di Rotterdam untuk diterbitkan mayor. Gayung mereka saya sambut dengan suka cita. Dimulailah editing novel ini dengan beberapa modifikasi, penambahan konflik, dll, dan bagian pentingnya, sekuel yang sudah saya siapkan sebelumnya, Takbir Rindu di Rotterdam, digabung menjadi satu dengan  judul barunya : Takbir Rindu di Istanbul. Nama Istanbul dipilih karena kota itu menjadi tempat pertemuan kembali antara Zaida dan Ilham setelah sekian lama mereka berpisah dan masing-masing telah menikah.

Jadi kalau teman2 baca novel ini, ada dua bagian, bagian pertama adalah novel Takbir Rindu di Rotterdam yang sudah ‘dipermak’ dan bagian kedua lanjutannya. Yang sudah baca novel Bulan Sabit di Rotterdam, harus baca novel ini karena akan terjawab ending kisah cinta antara Zaida dan Ilham (promosi MODE ON J).  Penulisan bagian pertama 6 bulan (waktu diikutkan lomba Indiva itu). Bagian keduanya 1 tahun karena kebetulan sedang punya bayi dan sibuk-sibuknya dengan pekerjaan di kantor.

 Ini kan genrenya novel islami, apa kelebihan novel ini dibandingkan novel islami lainnya?

Hhhmmm apa ya? Kalau menurut saya pribadi, ada sisi ‘manusiawi’ yang hendak ditunjukkan. Mungkin saya bisa menggambarkan dengan kalimat berikut, “Pemahaman agama yang tinggi tidak bisa mencegah seseorang untuk jatuh cinta, tapi dengan pemahaman itu, bisa mengendalikan hati yang sedang jatuh cinta.” Jadi lebih ‘membumi’, hehehe, dan menurut saya akan lebih bisa diterima nilai-nilai kebaikan yang akan ditanamkan. Kalau ingin lihat beda lainnya, sok atuh dibaca novelnya, hehehe 

 Kenapa Mba Pujia memilih untuk menulis novel islami dibandingkan novel umum?

Untuk sekarang iya, tapi saya belum tahu apakah ke depan genre ini berubah atau tidak. Yang jelas novel Islami saya pilih karena saya ingin berdakwah lewat tulisan, dakwah yang elegan, tidak menggurui tapi menusuk dalam ke lubuk hati. Tapi seandainya pun nanti berubah, saya akan tetap membawa nilai-nilai dakwah itu dalam setiap tulisan saya, Insya Allah. Saya paling miris melihat bacaan yang ‘merusak’ moral dan etika generasi muda.

Ada gak penulis yang dijadikan teladan oleh Mba Pujia? Siapa saja tuh?

Banyak. Beberapa diantaranya penulis BAW. Mbak Afifah Afra yang menggabungkan dengan sempurna teori dan selera baca masyarakat sehingga selalu menjadi tulisan yang hidup dan enak dinikmati. Mbak Leyla Hana, yang selalu membuat saya terkesima dengan caranya memasukkan unsur dakwah dalam setiap novelnya. Saya juga suka gaya bahasa Asma Nadia yang renyah. Saya juga ingin bisa menulis seperti Mbak Riawani Elyta yang menyisakan rasa penasaran di setiap n tidak ingin berhenti sebelum habis. Tapi pada dasarnya saya mengagumi sastrawan jaman dahulu, gimana ya, gaya bahasanya santun, indah, puitis, ibarat lagu mendayu-dayu dan membuat daya imajinasi membubung ke angkasa, hehehe.   

Sejak SD saya suka baca tulisan mereka seperti Buya Hamka, Marah Rusli, Mochtar Lubis, NH Dini, terlepas segala kontroversi yang ada. Karena kebanyakan dari mereka bukan penulis Islami, itu yang membuat saya mempunyai mimpi membuat tulisan seindah karya mereka tapi yang Islami. Kalau masa SD saya bisa menangis sesunggukan baca novel Sukreni Gadis Bali, saya yakin saya bisa membuat orang melakukan hal sama kalau saya serius ‘menggarap’ setiap tulisan saya *terlalu PD ya? Hehehe*

Menurut Mba Pujia, penting gak sih seorang penulis bergabung dengan komunitas menulis? Apa saja komunitas menulis yang Mba Pujia ikuti?

Sangat penting menurut saya. Karena dengan bergabung dengan komunitas menulis kita bisa terus belajar mengenai dunia tulis-menulis, menambah wawasan, pengetahuan, tukar-menukar info terutama info lomba menulis, saling menyemangati dan memotivasi bahkan semangat bisa terlecut tiba-tiba begitu melihat teman lain menerbitkan buku. Dengan komunitas pula kita bisa mempromosikan buku-buku kita dan saling membantu teman untuk promosi bukunya. Saya ngebayangin bagaimana kalau di BAW ada kewajiban saling mempromosikan buku teman, alangkah indahnya J

Beberapa komunitas menulis yang saya ikuti, tentu saja BAW (ada di hati dan pikiran saya setiap waktu..huhuhuhu…dududu…duuuu…lalauu….*singing*), Kampung WR (Writing Revolution) terbagi lagi dalam beberapa fokus, Kampung Cerpen, Kampung Essay, Kampung Novel, IIDN Interaktif, IIDN Luar Negeri,  Komunitas Penulis Bacaan Anak dan masih banyak lagi namun tidak terlalu aktif.  


 Ada pesan-pesankah untuk para penulis pemula yang sampai sekarang masih kesulitan menembus penerbit?

Teruslah menulis, jangan putus asa menemukan ‘jodoh untuk setiap tulisanmu’. Bila sedang mengirim naskah ke penerbit, jangan diingat-ingat terus, lupakan sejenak dan segeralah membuat tulisan baru. Lalu kirim, lupakan dan  menulislah lagi. Begitu seterusnya. Baru kalau sudah dapat kabar dari penerbit dan belum diterima segera kirim ke penerbit lain. Kalau boleh beri kata-kata mutiara, ‘Teruslah menulis dan biarkan dunia mengabadikan namamu selama-lamanya.”


 Nah, teman-teman, jangan lupa ya ikut lomba  resensi novel Takbir Rindu di Istanbul. Infonya di sini ini...


2 comments:

  1. Terima kasih Mbak Ela, dimuat di blog BAW itu 'sesuatu' bagi saya

    ReplyDelete
  2. selamaat buat Mbak Pujia. Jadi ngerti nih perjalanan Takbir rindu, ternyata menemukan jodohnya di leutika prio kemudian di puspa ^_^
    semangaaat teruuus

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung ke blog BaW. Mohon kritik dan komentar yang membangun untuk setiap postingan ;)