Wednesday, February 6, 2013

SC# 15 Karena Kalian Istimewa



Dear friends,
Aku bingung harus memuji siapa. Jika menulis nama aku takut terlihat seolah satu orang lebih baik dari lainnya. Sebab bagiku semua istimewa. Kalian semua dengan cara dan porsi masing-masing mengajariku berbagai hal. Pada saat tertentu saat aku diamuk kemarahan, ingin mengumpat, dan menumpahkan semua dalam keluhan, kalian mengajarkanku untuk menahan perasaan. Tahu kenapa? Sebab disaat yang sama aku membaca curhat yang membuatku berpikir apa yang kualami tak ada apa-apanya. Penderitaanku tak lebih buruk dari itu, jadi jika aku melontarkan keluhanku, betapa tidak pantasnya aku.

Dua, bagaimana memberi  dan menerima kritikan. Mudah saja memberi kritikan, tinggal katakan saja apa yang ada dalam kepalamu. Tetapi kritikan membangun yang tidak sekedar keras itu tidak gampang. Kau harus tahu, masing-masing orang punya karakternya sendiri. Tidak semua tahan pada kritikan, bahkan bisa langsung ambruk jika tidak bisa menahannya. Kritikan yang baik tidak hanya berisi makian, kelemahan-kelemahan, tetapi juga menunjukkan jalan.  Dan aku sendiri masih jauh dari label kritikus yang baik. Toh, kau bisa membaca komentarku yang cenderung gokil dan tidak berkelas itu.

Menerima kritikan, ah ya itu yang bikin kepala serasa pecah. Sesak bukan rasanya dicela di depan banyak orang. Tetapi diluar sana orang bisa jadi lebih kejam. Jika kau terbiasa dengannya, nanti saat karyamu keluar dan kau ternyata mendapatkan kritikan, kau telah mendapatkan vaksin yang membuatmu kebal. Bukan kebal sampai tidak bisa melihat bahwa kau perlu perbaikan. Bukan. Kebal dalam artian kau tahu itu mengesalkan, tapi tidak memasukkannya dalam hati, dan menyadari kau justru harus melangkah ke depan untuk menjawab si kritikan.

Tiga, belajar gratisan. Tak hanya perkara penulisan, tapi juga ilmu rumah tangga buatku yang masih lajang. Cekikikan ketika ada hal-hal menggelikan. Dan manggut-manggut melihat bagaimana para ibu berjibaku dengan tulisan, pekerjaan rumah tangga, anak dan suami yang mesti diurus, padahal waktu hanya 24 jam. Hebat ya, pikirku. Apakah mereka telah menjadi mama gurita? Yang bertangan delapan sehingga bisa melakukan semuanya dalam sekali waktu? Kurasa iya, menjadi istri, ibu, dan seorang penulis membuat mereka menjelma perlahan menjadi monster gurita  yang cute dan lucu *loooh. Untuk itu aku berterimakasih telah dicemplungkan ke kolam ikan ini. Tempat dimana aku berenang dan mencari plankton (ilmu the kamsud) untuk bekal di lautan literasi. Masing-masing diberi bekal yang sama disini tetapi seperti apa jadinya kelak itu berbalik pada dirimu sendiri. Ada yang menjelma meteor dalam sekejap, lainnya harus diamplas, digosok, dipermak, atau justru dibenturkan agar menemukan dirinya sendiri.

Empat, menghadapi persoalan. Masih ingat kan ketika apa yang terjadi saat salah satu dari kita menceritakan pengalamannya tentang penerbit indie? Atau justru omongan orang tentang peraturan grup ini? Apa yang terjadi saat ada yang dikeluarkan karena ketidakaktifannya? Atau saat obrolan grup ini dibawa keluar dan jadi masalah dengan satu penerbitan? Whoops! Wah aku tak pernah mengalami di grup lain sebelum ini. Hahaha, ketika semua terjadi aku, aku mencermati reaksi orang-orang disini. Dan mendapati satu hal  untukku sendiri, bahwa persoalan yang dihadapi dengan dingin  dan tenang akan lebih baik. Tahu kenapa? Karena aku seorang yang emosional, aku cenderung menggunakan perasaan ketimbang logika. Sampai sekarang pun aku belum mampu bersikap dingin. Cenderung meledak dan ingin menantangnya. Lalu memasang status pedas untuk meluapkan perasaan which is  itu tidak membawa perubahan. Malahan memancing masalah baru (aku sudah mengalami itu).

Lima, Terpaksa. Awal masuk tempat ini aku merasa dipaksa untuk menulis yang tidak kusukai. Aku tidak bisa membuat resensi, tapi harus karena itu peraturannya. Belum lagi waktunya yang mepet. Enggak banget deh, nulis kok dipaksa. Tapi terpaksa itu justru belakangan memberiku pemahaman semua itu sebenarnya untuk membiasakan  menulis apapun sebelum akhirnya menemukan spesialisasinya sendiri. Siapa yang tahu kelak kau  akan menjadi penulis bergenre apa. Setidaknya saat itu tiba, kau tak canggung lagi bila harus menulis keluar dari genremu yang biasa. Sayangnya akhir-akhir ini jadwalnya nggak teratur lagi, karena satu dan lain hal hehehehe...

Enam, proses. Aku melihat dan membaca, dan kadang juga bicara dengan satu dua diantara kalian semua. Menjadi besar adalah proses. Tidak sedikit waktu yang dibutuhkan. Terkadang ceritanya tak sesuai harapan.  Tapi jika hujan saja bermula dari air yang menguap dengan proses tidak sederhana, bukankah wajar bila untuk mencapai cita-cita juga harus melalui jalan berliku? (Hanya masalahnya seberapa tahankah kamu? *nunjuk diri sendiri).

Lalu saat nanti beberapa diantara kita menjadi bintang, karya-karyanya dicari orang, percayalah padaku semua orang pasti memuji dan menginginkan. Tetapi tidak ada yang pernah  benar-benar bertanya bagaiman kau yang awalnya hanya bahan mentah bertransformasi menjadi sesuatu yang gemilang. Semoga saat itu terjadi, kau, aku, siapapun juga ingat hari-hari dimana kita bersama, saling menginfluens satu sama lainnya. Saling memberikan efek baik secara sederhana, melalui sepotong link lomba misalnya.

Itu saja, pidato kenegaraan saya. Semoga semua orang berbahagia. Merdeka!
*tangannya dong dikepalkan lalu dinaikkan, nah begitu...ya seratus untuk kamu, peringatan untuk yang belum mandi jangan tinggi-tinggi.

2 comments:

  1. semua butuh proses... saya suka dg sc ini :D

    ReplyDelete
  2. yang tersulit itu belajar berbesar hati menerima kritikan pedas :) sedikit demi sedikit, kalau terbiasa dan dapat ambil hikmahnya, pasti terasa sekali manfaat kritikan itu. Proses-proses dan proses ...

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung ke blog BaW. Mohon kritik dan komentar yang membangun untuk setiap postingan ;)