Di awal april ini, kakamin BaW punya sajian special untuk blog BaW. Kita berhasil bincang-bincang dengan penulis produktif yang satu ini : Mbak Aida MA. Yuk, simak bincang-bincang kita di bawah ini.
Halo, Mbak Aida, pertanyaan pertama dari BaW
adalah kapan Mbak Aida mulai suka menulis dan kenapa menulis yang Mbak Aida
sukai?
Jawab :
Menulis itu sudah tertanam dan menjadi salah
satu hal yang saya sukai saat saya masih kecil. Keluarga saya, khususnya ayah saya
punya pustaka pribadi di rumah, dan saya selalu dibiarkan bermain di antara
tumpukan buku-bukunya. Saya dibiarkan melihat tulisan yang sedang beliau tulis,
ayah saya suka menulis buku-buku how to, kira-kira buku tentang tata cara
manasik haji, kumpulan khutbah dan beberapa buku terjemahan dari bahasa Arab ke
Indonesia yang kemudian dicetak oleh departemen Agama di daerah tempat kami
tinggal.
Sebenarnya saya suka banyak hal, saya suka
menyanyi, membaca puisi, berkebun dan bahkan saya suka menjadi penata rambut
seseorang (heheheh). Namun memang dunia menulis yang lebih serius saya tekuni.
Menulis, bagi saya bukan hanya sekedar suka-sukaan, namun ada ide dan gagasan
saya yang bisa saya sampaikan kepada orang lain lewat sebuah tulisan, jika apa
yang saya tulis baik, maka inshaa Allah akan memberi kontribusi kebaikan pula
untuk orang lain.
Apakah Mbak Aida punya buku yang menginspirasi
dan sering jadi panduan dalam menulis? Jika jawabannya ya, buku apa itu?
Jawab :
Saya agak kesulitan jika ditanya buku panduan
dalam menulis. Jika buku yang menginspirasi banyak sekali. Dulu saat masih
Aliyah, saya membaca buku-buku Sayyid Quthb, Dr.Yusuf Qardhawi. Mulai kuliah, saya banyak hunting buku-buku
Kahlil Qibran, dan buku-buku sastra lama yang generasinya jauh sekali dengan
saya. Sekarang, bacaan saya bervariasi, saya memang penikmat buku-buku
Nonfiksi, Psikologi, Motivasi popular. Sementara buku-buku fiksi-sastra ada
beberapa yang saya baca seperti Haruki Murakami, Chetan Baghat, Remy Silado.
Buku apa yang paling menginspirasi bagi
perkembangan teknik menulis Mbak Aida?
Sejujurnya,
saya bukan orang yang banyak berkutat dengan teknis menulis. Saya punya
enneagram Observer, saya banyak memperhatikan saja, mengapa buku ini best
seller, atau mengapa buku ini disukai banyak orang. Lalu saya pelajari
bagaimana si penulis menuangkan idenya. Saya belajar banyak hal dengan
autotidak, cara saya belajar ya seperti itu, menjadi observer sejati. Termasuk
jika saya ingin tampil membacakan puisi misalnya, saya akan bolak balik youtube
melihat mimic seseorang, bagaimana intonasi ia saat berbicara, bagaimana
gesture tubuhnya dan sebagainya.
Apakah anak-anak Mbak Aida nantinya juga
diarahkan menjadi penulis?
Jawab :
Anak saya sampai dengan saat ini banyak
menunjukkan sisi kecerdasan olah tubuh, dia juga punya intelegensia superior,
dia suka menari, bernyanyi dan melukis. Menulis mungkin akan diarahkan sebagai
kemampuan yang harus ia miliki nanti, bukan sebagai profesinya. Karena menurut
saya, apa pun profesi kita, dokter kah, motivator kah akan selalu ada nilai
plus jika kita mampu berbagi ilmu tersebut lewat tulisan dan harapannya bisa
dibaca banyak orang.
Apakah keluarga mendukung kegiatan Mbak Aida
dalam dunia menulis?
Jawab :
Ya, saya sangat butuh dukungan penuh dari
keluarga. Mereka banyak saya kenalkan pada dunia menulis yang tidak semua orang
bisa memahaminya. Terkadang seorang penulis ini mirip-mirip seorang peneliti,
yang mengerjakan sesuatu dan dengan cara kerja yang tidak normal dengan orang
lain. Makanya saya butuh menjelaskan posisi pekerjaan seorang penulis, sehingga
saat mereka memberi dukungan penuh, dan dibarengi cinta di sana, maka akan
banyak lagi karya-karya yang inshaa Allah bisa saya lahirkan.
Apa yang menjadi cita-cita masa kecil Mbak
Aida? Apa ada hubungannya dengan dunia menulis?
Jawab :
Sama seperti anak-anak yang lainnya, cita-cita
saya berubah-ubah sesuai perkembangan usia dan pemikiran. Saya pernah ingin
jadi penghafal Quran karena kakak saya Hafidzah 30juz, saya juga punya
cita-cita jadi dokter karena ibu dokter di dekat rumah saya baik sekali :D,
meski cita-cita saya terus saja berubah-ubah, tapi kesenangan saya menyusun
banyak prosa dari SD sampai saya kuliah terus berjalan. Ternyata terakhir,
Allah mengarahkan jalan saya memang menjadi seorang penulis.
Kalau impian yang ingin Mbak Aida wujudkan
sekarang apa?
Jawab :
Saya ingin punya penerbitan sendiri,
menerbitkan buku-buku yang bisa mendekatkan Buku itu sendiri dengan pembacanya
sehingga semakin banyak yang senang baca dan cinta buku, dengan punya
penerbitan sendiri saya juga ingin menambah jumlah buku-buku yang terbit di
Indonesia, karena perbandingan buku-buku yang terbit di Indonesia dengan United
Kingdom saja itu sangat jauh. Padahal jika dilihat jumlah penduduknya, UK hanya
seperempatnya jumlah penduduk Indonesia, namun bisa menerbitkan buku lebih
banyak dari Indonesia. Dan satu hal lagi saya juga ingin menjadi mitra yang
baik untuk rekan-rekan penulis lainnya, karena pengalaman saya bekerja dengan
beberapa penerbitan ada yang kurang menyenangkan dalam hal promo dan
perhitungan royalti.
Mbak Aida bisa produktif banget bikin buku
fiksi dan non fiksi secara berimbang, Apa Mbak Aida punya jadwal menulis secara
khusus setiap hari?
Jawab :
Benar, saya punya jadwal sendiri yang sudah
solid, dua jadwal menulis saya adalah pagi dan sore hari. Saya tidak menulis di
waktu weekend dan saya tidak menulis di malam hari, saya sudah berhenti
bergadang. Tapi kalau ada deadline Alhamdulillah saya bisa menulis kapan pun
ada waktu, dan situasi yang berisik sekali pun.
Buku-buku solo Mbak Aida apa saja yang sudah
diterbitkan?
Jawab :
Buku Motivasi Ya Allah Beri Aku Kekuatan
terbitan Quanta, Elexmedia, Novel Looking For Mr.Kim, Sunset in Weh Island dan
The Mocha Eyes, yang semuanya diterbitkan oleh Bentang Pustaka.
Dalam waktu dekat
ada buku apa lagi yang rencananya akan segera terbit?
Jawab :
Inshaa Allah yang segera terbit di April ini
adalah buku motivasi remaja YA RABB, AKU GALAU. Diterbitkan oleh Erlangga,
divisi islami. Buku ini menghadirkan psikologi remaja, parenting untuk orang
tua bagaimana sebaiknya mendampingi remaja yang sedang mengalami perubahan
hormone dan pemikiran. Inshaa Allah buku ini mencerahkan bukan hanya bagi
remajanya, tapi juga bagi orang tua yang diharapkan bisa menjadi sahabat bagi
anaknya sendiri.
Di antara semua
buku Mbak Aida, buku yang mana yang proses menulisnya paling cepat dan yang
mana yang paling lama?
Jawab :
Debut Novel saya yang pertama itu Looking for
Mr.Kim saya selesaikan dalam waktu 2 minggu, benar-benar modal baca buku dan
niat banget karena ingin sekali ikutan lomba novel remaja Bentang Pustaka waktu
itu. Kalau yang paling lama mungkin buku Ya Allah Beri Aku Kekuatan. Sebenarnya
bukan lama dalam penulisannya, karena itu kisah nyata, dan dicollecting dalam
beberapa tahun, sejak tahun 2008 sd 2010. Baru kemudian saya tawarkan ke
penerbit dan terbit di akhir 2012.
Di antara buku
Mbak Aida yang sudah terbit, mana yang paling berkesan buat Mbak Aida?
Jawab :
Hampir semuanya punya kesan masing-masing.
Kalau yang paling berkesan The Mocha Eyes, karena selama penulisan novel itu
ada problem dengan laptop saya, berkejar-kejaran dengan deadline yang mepet itu
kadang menyenangkan sekaligus menyesakkan (heheheh) satu hal lagi lewat The
Mocha Eyes, saya jadi banyak diundang pembaca untuk bedah buku dan sharing
kepenulisan, Alhamdulillah.
Darimana semua
ide atau inspirasi itu datang mengingat dalam waktu yang tidak berjauhan buku
fiksi dan non fiksinya terbit?
Jawab :
Kalau sudah ngomongin ide, saya pikir kita
semua engga kekurangan ide untuk menulis. Sebagai penulis, ada baiknya sesekali
menjadi seorang observer. Saya terbiasa bekerja di tengah-tengah keramaian, di
Sevel misalnya, kedai kopi yang lainnya, kadang juga di foodcort di jam-jam
makan siang. Kenapa? karena ide banyak bermunculan di sana. Saya menggunakan
konsep 5P 1H untuk menangkap ide. Gunakan 5 panca inderamu untuk menangkap ide,
dan hadirkan hati di sana agar mudah dieksekusi kemudian dalam sebuah tulisan.
Mbak Aida sangat
produktif menulis, biasanya ketika ide cerita muncul langsung diolah atau
diendapkan dulu?
Jawab :
Saya orang yang terbiasa membawa buku,
notebook + pulpen kemana pun saya pergi. saya juga manusia gadget, karena saya
menggunakan fasilitas note di smartphone saya, bagi yang udah pernah ketemu
saya pasti tahu, saya selalu membawa ransel kemana pun saya pergi, dan ransel
itu berisi laptop. Biasanya begitu ada
ide, saya terbiasa menuliskan garis besarnya saja, hanya garis besarnya saja
dan ketika saya sudah menuliskannya di notebooks atau note di BB saya, berarti
saya sudah melocking ide itu untuk dikembangkan di laptop, walau pun itu baru
dikerjakan seminggu ke depan atau bulan depannya, yang penting garis besarnya
sudah ketemu. Buat sebagian orang mungkin ini agak berat, namun buat saya ini
bagian dari kebahagiaan saya.
Pernahkah Mbak
Aida berada dalam situasi sudah menuliskan naskah sebuah buku berpuluh-puluh
halaman tapi kemudian kebingungan untuk melanjutkannya? Jika pernah bagaimana
Mbak Aida mengatasi situasi tersebut? Jika belum pernah, kalau ada penulis yang
mengalami hal tersebut, apa saran Mbak Aida untuk penulis itu?
Jawab :
Pernah..
saya pikir semua penulis pernah mengalami masa-masa seperti ini. Biasanya
karena pikiran sedang crowded, slot pekerjaan nambah, termasuk bahan-bahan yang
ditulis belum lengkap. Saya punya satu naskah yang sudah 2 tahun saya kerjakan.
Ditulis, diendapin lagi, besok ditulis lagi diendapin lagi. Memang butuh waktu
lama untuk menghasilkan karya yang sudah dipikirkan dengan baik-baik. Kalau
stuck di jalan usahakan pikiran lebih rileks, saat pikiran rileks biasanya kita
akan lebih tahu apa yang harus diisi dalam bab ini, apa yang harus ditambahin,
dsb.
Kalau
mengeksekusi ide ke dalam tulisan apa perlu suasana khusus semisal harus dalam
suasana sepi atau bisa di mana saja?
jawab :
Di awal-awal memutuskan menulis, saya memang
banyak mengambil waktu dan tempat yang orang jarang terbangun. Biasanya malam
hari. Semakin kemari saya semakin menikmati
menulis di mana pun. Malah sebagian besar memang di keramaian, bukan di sudut
kamar lagi J.
Biasanya menulis
di mana, Mbak Aida? Apa harus di laptop atau bisa menggunakan fasilitas tablet
atau ponsel?
Jawab :
Saya eksekusi ide hampir selalu di laptop.
Tapi untuk menangkap ide biasanya menggunakan notebooks dan pulpen lalu bisa di
note BB. Fasilitas tablet sangat jarang saya gunakan untuk menulis, kebanyakan
untuk riset, browsing dan baca berita saja.
Waktu yang tepat
untuk menulis biasanya jam berapa dan berapa lama dalam 24 jam sehari semalam?
Soalnya pernah baca salah satu status di fb Mbak Aida yang bisa menyelesaikan
tulisan 56 halaman hanya dalam 1 malam aja.
Jawab :
56halaman/hari itu rekor yang sudah lama
berlalu. Saya juga ingin mengulang rekor itu lagi, tapi sepertinya batasan
kemampuan saya untuk saat ini memang 56halaman/hari ketika dipepet deadline.
Normalnya saya menulis 10 halaman dalam kondisi weekday, karena weekend saya
tidak menulis. Habit menulis yang saya bentuk dua tahun terakhir ini adalah
pagi hari sesudah mengantar anak saya
ke sekolah, dan sore hari sesudahshalat
ashar. Jadi, buat teman-teman yang sering kadang nulis kadang enggak saran saya
buat habit menulismu masing-masing, kenapa kata sesudah saya ketik italic,
karena itu penanda waktu untuk membuat habit. Mengapa harus menyusun habit
menulis? karena begitu ada kendala dalam beberapa hal yang engga memungkinkan
untuk menulis, biasanya saat memulai lagi, bisa diawali lagi dengan mudah,
karena habitnya sudah terbentuk.
Bagaimana cara
membagi waktu antara menulis dan keluarga?
jawab :
Saya hanya menulis weekday, sementara weekend
adalah waktu untuk keluarga. Kalau saya sedang ada deadline, saya akan meminta
ijin dulu ke keluarga. Ya intinya ada pengertian saat pilihan ini kita pilih.
Bukan hanya pilihan saya sebagai istri sekaligus berprofesi sebagai penulis,
tapi juga pilihan anak dan suami saya yang memiliki istri seorang penulis.
Semuanya dikomunikasikan.
Apa trik mbak Aida
sehingga selalu bisa mencari sudut pandang lain dari suatu tema yg sudah banyak
dituliskan oleh penulis lain, terutama dalam penggarapan buku-buku nonfiksi?
Jawab :
Saya orang yang senang jalan-jalan, dan Allah
menjodohkan saya dengan laki-laki yang lebih gila jalan-jalan, dan anak kami
pun ikut-ikutan suka jalan J. Sebelum menulis sebuah buku, saya terbiasa
jalan-jalan bukan hanya jalan-jalan di toko buku, tapi juga jalan-jalan di web
penerbit-penerbit. Kalau saya lagi jalan-jalan mencari ide dengan tema yang
sama dengan yang ada di pasaran, biasanya saya nongkrong toko buku sekitar
sejam-an, saya juga suka diskusi dengan editor-editor di penerbitan. Saya suka
kenalan dengan orang-orang yang berhubungan dengan apa yang sedang saya garap.
Biasanya itu akan menghasilkan karya yang berbeda dengan eksekusi yang berbeda
pula.
Bagaimana cara
Mbak Aida menghadapi kritik-kritik terhadap karya Mbak Aida?
Jawab :
Saya termasuk orang yang sering membaca
komen-komen pembaca saya baik di goodreads dll. Sebagian ada yang suka,
sebagian lagi jika dibaca ya kurang menyenangkan. Kembali lagi, saya ini tipe
observer, sanguine, dan tidak begitu reaktif ketika ada saran yang bersifat
kontsruktif atau pun destruktif sekali pun ditujukan pada karya-karya saya.
Saya terbiasa menyimpan kedua hal tersebut, misal kelebihan saya dalam
mendesign setting, tapi saya buruk dalam hal plot misalnya, saya akan menyimpan
dua hal ini untuk didiskusikan dengan penulis-penulis lain, atau saya akan
melatih lagi kemampuan saya dalam hal yang dianggap masih kurang baik bahkan
buruk. Bisa jadi, hari ini tulisan saya masih dianggap buruk, namun ke depan
bisa menjadi lebih baik, ketika saya menerima kelebihan dan kekurangan saya
dalam berkarya secara berimbang.
Bagaimana menurut
Mbak Aida, jika ada seorang penulis yang menolak memberi "ilmu"
kepenulisannya dengan alasan jika penulis pemula mau menulis nggak perlu banyak
nanya yang penting semangat menulis,
baca karya yang menginspirasi (penulis idolanya) dan bisa otodidak saja?
Jawab :
Saya bisa dikatakan masuk dalam dunia
penulisan masih seumur jagung, namun keinginan saya untuk berbagi itu lumayan
besar. Memang ada penulis yang lebih suka ilmunya untuk dirinya sendiri, bukan
karena pelit menurut saya, tapi memang tidak semua penulis bisa menyampaikan
bagaimana cara dia belajar, lalu menemukan teknis-teknis menulis yang mudah dan
hal ini terkadang sulit diserap oleh penulis pemula. Namun ada juga penulis
yang berpendapat, bahwa semakin banyak yang kuberikan maka akan semakin banyak
yang kumiliki. Intinya tiap kita unik, saya tidak mau men-judge penulis yang
enggan berbagi ilmu itu dengan pelit, karena dia pasti punya alasan tersendiri
untuk itu.
Apa perlunya
seorang penulis punya komunitas di bidang menulis?
Jawab :
Sangat perlu. Saya baru memahami ini saat
sering bergabung dalam komunitas penulis. Mengapa harus bergabung dalam
komunitas penulis? karena setidaknya kita akan selalu punya semangat menulis
karena punya tujuan yang sama dengan teman-teman di satu komunitas, dalam
jangka waktu yang panjang biasanya akan terjadi long term induction ketika kita berada dalam sebuah komunitas
dengan minat yang sama. Terinduksi secara bawah sadar itu sangat baik, daripada
ditekan dalam posisi yang sadar. Makanya kemudian jangan heran ketika sebuah
komunitas membernya bisa menerbitkan buku dalam jarak waktu yang berdekatan,
itu semua karena longterm induction.
Sebelum di
komunitas BAW, apa Mbak Aida pernah aktif di group kepenulisan lain? Mana yang
paling betah? Dan mengapa?
Jawab :
Ada beberapa komunitas penulisan lainnya. Sama
dengan di BAW saya banyak memosisikan diri sebagai pengamat, belajar banyak hal
baru memberikan kontribusi yang kira-kira bisa bermanfaat dalam komunitas.
Mengapa di BAW saya bertahan lama dan betah, mungkin karena komunitas ini akrab
satu sama lainnya, selalu menyapa satu sama lainnya dan saling mendukung satu
sama lainnya. Intinya sesuatu yang dibangun dengan kasih sayang, kata-kata
pujian, dan saran yang membangun biasanya akan tumbuh dengan baik dibanding
dengan komunikasi yang minim, banyak cercaan dan komplaine, lama kelamaan akan
hancur secara pelan-pelan.
Sekarang BaW akan
menjadi grup yang terbuka, sebagai Sekjen dari Grup BaW apa yang membedakan BaW
dengan komunitas menulis yang lain?
Jawab :
BAW kumpulan penulis-penulis humble dan mau
belajar banyak hal, bukan hanya dalam lingkungan BAW sendiri namun juga di luar
dari BAW, dan uniknya apa yang diperoleh di luar kemudian dibagi di dalam grup
sehingga menghadirkan ilmu yang baru dan suasana yang akrab. Dan itu sulit ditemukan di luar sana.
Mbak Aida MA dengan salah satu karya beliau |
Seberapa penting
belajar menulis di group BAW menurut Mbak Aida?
Jawab :
Namanya belajar sesuatu menurut saya selalu
penting. Bukan hanya belajar tentang materi teknis menulis yang bisa ditemukan
di BAW, namun belajar maju bersama dan bangkit bersama itu pelajaran yang
sangat luar biasa. Belajar menghargai orang lain, pendapat yang lain sehingga
menjadi kompilasi warna yang unik di BAW, juga menjadi pelajaran yang penting
buat saya.
Apa harapan Mbak
Aida untuk komunitas BaW ke depannya?
Jawab :
Harapan saya hanya satu, BAW akan selalu maju
bersama, bermanfaat bersama dan membawa nama BAW ini bersama-sama sebagai salah
satu komunitas inspiratif di Indonesia. Ini bukan jaman maju sendirian, namun
majulah bersama-sama, agar semakin banyak manfaat yang mampu kita tebarkan
bersama-sama saat kita bangkit, maju dan saling support bersama-sama.
Sebagai seorang
penulis, terkadang kita harus siap ketika berbicara tentang buku kita di depan
orang banyak. Bagaimana cara Mbak Aida supaya tampil percaya diri di depan
orang banyak dan bisa menguasai pembicaraan? Bagaimana caranya menghilangkan
situasi grogi dan canggung di depan umum?
Jawab :
Sama halnya dengan menulis, berbicara di depan
umum juga bagian dari proses belajar. Biasakan diri mengikuti banyak
seminar-seminar dan pelatihan-pelatihan offline, beri penilaian terhadap
pematerinya, bagian yang kurang dari si pemateri dan kelebihannya. Saya sendiri
banyak belajar untuk mampu berbicara di depan umum, dari kegiatan workshop-workshop
offline, saya tidak pernah ikut pelatihan public speaking, semuanya saya
pelajari secara otodidak, bagaimana caranya? saya rajin menonton video Steve
Jobs saat presentasi atau bagaimana Zag Ziglar memaparkan kalimat per kalimat,
intonasi kata yang ia gunakan. Satu hal yang paling penting, kuasai audiens
bukan memasang blocking, dekati audiens dengan demikian kita mampu menguasai
mereka, sehingga apa yang kita sampaikan mampu diterima dengan baik.
Terakhir, apa
pesan Mbak Aida untuk semua pembaca blog BaW?
Jawab :
Untuk
semua pembaca blog Be a Writer Indonesia. Kita setuju bahwa hidup ini bagian
dari proses belajar. Bisa belajar dari pengalaman orang lain bisa juga belajar dari
pengalaman sendiri. Jika ingin belajar dari pengalaman sahabat-sahabat di Be a
Writer Indonesia, silahkan bergabung di sini, temukan sahabat-sahabat yang
punya minat yang sama di sini, belajar dan maju bersama-sama, Inshaa Allah
tidak ada yang sia-sia dalam proses belajar ini, namun menebarkan banyak
manfaat untuk dibagi dengan yang lain lagi.
Bincang-bincang dengan Mbak Aida ini terasa sekali semangatnya yang menggebu-gebu. Terima kasih untuk waktunya, Mbak Aida :-)
Makasih tips habit nulisnya mba. Saya masih semaunya aja..atau sesempatnya aja. Smoga impianya untuk penerbitan sendiri terkabul...:)
ReplyDeletebanyak ya tips tips berguna yang tersebar dari semua kalimatnya Aida ini. Suka deh. Menginspirasi
ReplyDeleteapa pun profesi kita, dokter kah, motivator kah akan selalu ada nilai plus jika kita mampu berbagi ilmu tersebut lewat tulisan dan harapannya bisa dibaca banyak orang.
ReplyDeletepenuh dengan motivasi, ya, Kak Aida ... :-)
Nice post, thanks for sharing.
ReplyDelete