Saturday, January 12, 2013

[Resensi Buku] Rinai

Sumber [link]

Judul               : “Rinai” 
Penulis           : Sinta Yudisia
Penerbit         : Indiva Media Kreasi
Tahun             : 2012
Komposisi      : 400 hlm; 20 cm

 “Ilmu pengetahuan selalu mempunyai guru, di samping mempunyai prajurit sebagai penjaga. Sebagaimana psikologi merupakan anak kandung dari ilmu filsafat, para penjaga ilmu jiwa, beragam alirannya.” (hal.62)

Itulah kata-kata bertenaga yang saya petik dari novel Rinai. Novel ketebalan 400 halaman ini membuat saya mendalami ilmu psikologi secara eksplisit, terangkum dalam pengalaman tokoh utama yang bernama Rinai Hujan di daerah konflik Gaza. Gaya bahasa penulis yang serius, mengantarkan pembaca untuk memahami representasi mimpi, menemukan jati diri, dan menjunjung nilai kebenaran. Di sini, penulis membandingkan ideologi psikoanalisa oleh Sigmund Freud dan aliran Ibnu Khaldun.
“Ibnu Khaldun seorang ulama, ia bukan hanya peneliti. Tiap kali merumuskan bab demi bab, ia senantiasa menukil ayat Al Qur’an dan Hadist. Tidakkah selama di Gaza, Rinai melihat betapa Al Qur’an adalah kartasis hebat bagi jiwa yang sakit? Ibnu Khaldun mengobati dirinya sendiri sebelum ia mengeluarkan rangkaian obat bagi masyarakat. Rinai tahu, banyak orang tak akan semudah itu percaya pada Ibnu Khaldun. Sebab ilmunya terkubur bersama kaum muslimin yang menguburkan sikap ilmiahnya, menimbunnya dalam pertikaian dan kecintaan pada dunia, serta penghambaan pada ilmu bangsa lain yang belum tentu benarnya.” (hal.323)
Beberapa kali saya sempat terpukau oleh deskripsi penulis untuk menyisipkan wawasan di novel ini. Meski awalnya saya terjebak oleh sudut pandang cerita yang melompat, yakni dari sudut pandang orang pertama berganti haluan menjadi ketiga. Perjalanan alur cerita menjadi bersahaja ketika dijelaskan karakteristik budaya Indonesia dan Palestina secara bergantian. Novel ini cukup mengungkap rahasia anak-anak dan wanita Gaza dalam medan pertempuran. Seolah-olah Anda diajak penulis untuk menyelami kehidupan mereka, merasakan kepahitan dan kebangkitan emosi.

Jangan harap menemukan kisah picisan dalam novel ini. Ada pelajaran berharga yang bisa dipetik dalam memaknai sebuah cinta. Tentang bunga-bunga cinta yang tumbuh mekar dan mewangi meski tak harus memiliki. Ada konflik batin yang menurut saya belum berakhir sampai epilog cerita. Hal ini menimbulkan rasa penasaran untuk membaca kisah selanjutnya.

Rinai.

Sebuah novel fiksi yang patut untuk diapresiasi kepada penulis Sinta Yudisia berdasarkan inspirasi jejak rekamannya di bumi Gaza pada tahun 2010 silam. Yap. Sebuah perjalanan ke manapun itu bisa menjadi sumber cerita yang penuh hikmah dan manis tatkala diabadikan oleh pena.

Alhamdulillah, novel ini dikhatamkan menjelang pergantian tahun masehi dengan secercah harapan; ‘Setiap orang pasti memiliki potensi untuk dikembangkan. Kebiasaan untuk menulis secara berkesinambungan adalah sebuah ikhtiar untuk menjadikan diri semakin produkif. Mari, hasilkan karya positif untuk negeri tercinta. Apapun itu bentuknya :)”

30 Safar 1434 H

1 comment:

  1. Resensinya berhasil menggelitikku utk membaca langsung bukunya deh. Jadi penasaran... :D

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung ke blog BaW. Mohon kritik dan komentar yang membangun untuk setiap postingan ;)