Monday, September 1, 2014

[Author of The Month] Arul Chandrana



Arul Chandrana
Pertama, sebelum menjawab semua pertanyaan di sini, saya ingin menjelaskan pada semuanya bahwa tentang tulis menulis, saya membayangkan diriku sebagai seorang nelayan tradisional di pesisir Pulau Bawean. Dia tahu bagaimana cara menangkap ikan, dia tahu kapan waktu yang tepat untuk menangkap ikan, dia bahkan tidak pernah teler memakan ikan beracun karena nelayan itu mengenal hampir semua jenis ikan. Nelayan tradisional tersebut menguasai semua itu dari melihat ayahnya, kakeknya, juga semua paman-sepupunya, dan semua orang di desanya tanpa harus masuk sekolah perikanan. 


Namun demikian, jika kita meminta nelayan hebat itu untuk mengajarkan dan menjelaskan secara ilmiah semua yang dia pahami mengenai menangkap ikan dan tetek bengeknya, saya khawatir nelayan kita itu akan tiba-tiba menderita epilepsy saking groginya. Seperti itulah saya dengan dunia tulis menulis. Saya bahkan tidak bisa merumuskan dengan baik apa yang ingin kusampaikan dari dalam pikiranku.

Maka, saya akan menjawab semua pertanyaan Anda sesuai cara saya memahami dunia tulis menulis ini. Saya akan menjawab Anda dengan jawaban yang sangat personal. Oleh karena itu, jangan terkejut jika apa yang akan Anda temukan nanti bertolak belakang dengan buku atau pelatihan yang pernah Anda baca-ikuti. Semua penulis memiliki pengalaman pribadinya masing-masing dalam meniti karir kepenulisannya. 

Kalau demikian, apa gunanya belajar tentang tulis-menulis jika tidak ada yang paten? Justeru karena itu! Justeru karena tidak ada yang paten maka semua orang bisa menjadi penulis. Belajarlah dari banyak orang, baca banyak buku, ikuti banyak training, mungkin Anda tidak akan cocok dengan ‘gaya’ beberapa penulis, tapi Anda pasti akan cocok dengan salah satu dari mereka. Setelah bertemu dengan penulis yang sesuai dengan gaya Anda, ikutilah cara (pengalaman) orang tersebut. Dalam kesempatan ini, Anda yang suka mengkhayal naik naga berekor bebek, mendengarkan lagu India dan Owl City saat menulis, membaca komik Naruto setelah menyelesaikan buku fisika, lebih memilih nasi goreng dari pada KFC, Anda punya peluang untuk cocok dengan saya.

Dan, saya akan menjawab pertanyaan dengan jawaban dari penulis lainnya jika kebetulan saya tidak bisa menjawab pertanyaan Anda. Atau mungkin saya sama sekali tidak akan menjawabnya!

Bagaimana awalnya Anda mencintai dunia menulis?
Keterasingan. Keterasingan yang membawaku ke sini. Kronologisnya begini, saya tumbuh di pulau yang mana kekuatan dan ketangkasan adalah modal besar untuk membangun persahabatan yang menyenangkan. Saya tidak memiliki tenaga besar sehingga tidak bisa setiap hari pergi mencari kayu, ke laut mencari ikan, memanjat pohon kelapa, atau semacamnya. Saya juga bukan orang yang tangkas yang bisa main bola dengan lincah, atau main volley dengan smash maut, atau bermain kelereng dengan tembakan super tepat. Jadi saya lebih suka tinggal di rumah. Di rumah, saya memutuskan membaca semua buku (awalnya buku-buku sejarah dan bahasa Indonesia untuk SMP). Banyak membaca, saya pun berkenalan dengan Wiro Sableng. Berhasil membangun kedekatan psikologis dan emosional dengan Wiro (wahaha, tentu saja tidak sampai membuatku ikutan sableng), saya kemudian menulis kisah serupa Wiro Sableng, Naga Dungu.
Dan aku pun jatuh cinta, perlahan dan seketika #TFIOS

Darimana atau ketika Anda sedang melakukan apa biasanya mendapatkan inspirasi?
Tidak dari manapun atau dari perbuatan apapun. Saya telah menulis sebuah artikel di blog pribadi saya tentang cara memunculkan ide tanpa harus menetapkan cara atau perangkat tertentu sebagai pemuncul ide. Intinya terletak pada sejauh apa Anda ingin membelokkan fenomena yang sedang Anda saksikan. Kemudian pembelokan itu Anda sambungkan dengan berbagai hal lainnya.

Ide yang datang pada saya tidak terkendali. Seperti jika kau tinggal di Kalimantan, datangnya hujan tidak bisa kau rumuskan. Aku menduga ini berkaitan dengan banyaknya ragam buku yang saya baca sewaktu kecil dulu.

Apa motivasi Anda menulis biar tidak mandeg di tengah jalan?
Jika Anda berkesempatan untuk membuka computer pribadi saya (dan saya yakinkan itu tidak akan pernah terjadi kecuali …), Anda akan menemukan folder bernama: Naskah Menunggu. Isinya ratusan file berisi kisah-kisah yang putus di tengah jalan. Jumlahnya beberapa kali lipat lebih banyak dari jari tangan dan kaki Anda. Sungguh.

Mandeg menulis adalah masalah hampir semua penulis, saya di antaranya. Tapi ini membuat kita kaya tanpa sengaja karena setiap naskah yang mandeg adalah tabungan yang siap menjadi keistimewaan di masa depan—jika kita melanjutkan menulis ceritanya. Oleh karena itu, saya tidak bisa menjawab pertanyaan ini. Penulis lain bisa menjawabnya. Saya sarankan sebaiknya Anda meminta maaf karena telah mengajukan pertanyaan sulit begini. Anda dengar? Anda harus meminta maaf! Ya, serius! Sekarang, sebelum saya memutuskan untuk mencari tahu siapa Anda. Dalam kesempatan tanya jawab penulis seperti ini seharusnya Anda bertanya apa kue kesukaan saya dan mana alamat tinggal saya. Bukan pertanyaan sulit begini. Oke?

Tulisan Anda begitu khas. Bagaimana mempertahankan rasa dari tulisan Anda agar kekhasannya itu tetap terasa?
Mengapa tulisan saya khas? Nah, saya sejujurnya memang merasa bahwa tulisan saya memang khas (wakakakaka), itu karena saya membentuk gaya menulis saya dengan cara yang tidak pada umumnya pula. Pernah dengar nama Iwan Simatupang? Dia orang mati, tapi saat masih hidup dia adalah seorang penulis besar yang memenangkan hadiah novel terbaik se-ASEAN lewat novelnya yang berjudul ZIARAH. Aku masih SD ketika pertamakali membaca cuplikan halaman pertamanya di buku pelajaran Bahasa Indonesia kakak saya. Dan seketika saya terpesona.

Kalau tak salah ingat, selama tiga tahun masa SMP saya memendam keinginan bisa membaca Ziarah seutuhnya. Barulah ketika masuk kelas satu SMA saya berkesempatan membaca masterpiece Indonesia itu. bukan dari perpustakaan sekolah, tapi dari seorang teman yang sekolah di tempat lain yang menemukan buku itu terlantar yang berbaik hati untuk mengamankannya ke dalam tasnya yang tanpa sengaja menunjukkan padaku dan dengan tanpa kompromi saya rampas buku tersebut. Tidak pernah kukembalikan lagi sejak saat itu.

Saya tergila-gila pada Ziarah karya Simatupang dan dengan sadar benar-benar mengadopsi gaya menulisnya (bahkan sampai mempengaruhi cara bicaraku). Untuk waktu yang lama semua cerpen yang kutulis sejak merampungkan Ziarah (lebih dari enam kali saya mengkhatamkan novel tersebut) bernuansa Ziarah. Baik tema maupun gaya bertuturnya. Pada saat itu, saya merasa telah ‘menjadi’ Iwan Simatupang. Kemudian, bersama berjalannya waktu dan melunturnya pengaruh sebuah buku, tanpa saya sadari, ta-da, inilah saya dengan gaya menulis sendiri; bukan lagi imitasi. Orang akan berkata saya berhutang pada Iwan, saya mengakuinya.


Bahasa tutur Anda yang khas itu menjadi keunikan Anda apakah sejak awal menulis?
Tidak sejak awal menulis. Awal menulis saya meniru Bastian Tito dan saya sadar saya gagal. Mungkin karena aku masih terlalu muda waktu itu, kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah. Ya, saya masih kelas 6 waktu mulai menulis Naga Dungu. Pada masa itu saya juga menulis kisah bersambung berjudul Jin Biru—sebuah tiruan yang menyenangkan dari sinetron Jin dan Jun. Tapi sepertinya sama sekali tidak ada yang khas pada masa-masa itu. kecuali pernyataan dari guru Bahasa Indonesia yang katanya ‘siapapun yang mencontek tugas mengarang atau membuat kalimat-nya Arul pasti ketahuan’. Barulah setelah saya bertemu Simatupang, masa SMA, saya mendapatkan ruh menulisku.

Oh, hey, bagaimana kabar Syahrul Gunawan dan pemeran Jin Mustofa?

Bagaimana caranya setiap kali Anda menulis postingan di BAW, tulisannya walaupun underworld gituh tapi tetep aja bisa bikin dahi ngerenyit sambil sedikit ngakak gitu. Menulis dengan gaya polos begitu bagaimana ceritanya?
TULISAN UNDERWORLD? Yang saya tahu, underworld itu film vampire dan manusia serigala-nya Mila Jovovich, apakah itu yang Anda maksud dengan tulisan saya tulisan yang Underworld? Hhm, memang ada yang bilang saya ini Ganteng-Ganteng Godzilla, sih.
Saya ‘tidak berpikir’ ketika menulis kecuali ketika ingin menuliskan fakta. Bahkan dulu (sejak era Simatupang dalam periode kepenulisan saya) saya tidak pernah mengedit. Saya langsung menulis dan langsung saya ketik atau posting di blog. Sahabatku David sampai heran mendapati hal itu. tapi memang demikian adanya, saya menulis seketika dan saya menikmatinya. Jika pada akhirnya sebuah cerita membuatku sering berhenti dan berpikir, nasib naskah itu hanya satu: saya tinggalkan. Rasakno, kon!

Saya tidak menggunakan rumus tertentu, atau metode tertentu untuk membuat kalimat seperti ini. Semuanya all at once. Dan saya pikir semua tulisan yang memikat pastilah yang ditulis dari kepribadian penulis itu sendiri—tanpa dibuat-buat, alami, seketika, wajar sebagaimana apa adanya dia bertutur lisan. Jika Anda memaksa ingin mengetahui rumus menulis underworld ala saya, silakan Anda temui saya dan kita nonton bareng film Underworld seri satu sampai tiga. Jangan lupa bawa pop corn.

Ada yang penasaran dengan isi otak Anda. Bisakah dibedah, dikeluarkan isinya? Siapa tahu ada cacing-cacing imut yang menari India disana. Siapa tahu itu rahasia Anda bisa nulis sekreatif itu. 
Nhaaa, ini dia pertanyaan paling relevan dengan narasumber! Sekali waktu pernah ada yang berusaha melakukan itu padaku. Dia membawa berbagai perkakas tajam dan pipih serta setumpuk buku tebal mengenai teknik pembongkaran. Dia telah membayar sekitar 89 juta Pounds untuk mendapatkan persetujuan saya. Saya tentu saja setuju. Di dunia ini ada banyak orang mengalami pembedahan dan kehabisan uang. Beberapa saat sebelum pembedahan, saya ajak dia berbincang-bincang tentang kampung halamannya, tentang lahan gandum dan orang-orangan sawah. 17 menit kemudian dia menyeka air matanya dan berpamitan pulang.

Sekarang kita mengenalnya sebagai penulis tujuh novel terlaris sepanjang masa yang mengisahkan kehidupan penyihir dari masa ABG sampai remaja. Bayangkan, betapa hebat yang terjadi pada orang itu padahal dia BARU AKAN memeriksa si cacing India! Wahahaha.

Dengan bakat superMan-ulis diluar prediksi pembaca, pernah kepikiran tidak membuat tulisan komedi seperti punya Raditya Dika?
Saya pernah membaca salah satu buku Raditya dan, kau harus percaya, saya tidak menghabiskannya. Bahkan sebenarnya saya tidak suka dengan komedi yang dia usung. Beberapa orang pernah berkata bahwa tulisan saya punya satu-dua kesamaan dengan Radit, mungkin iya, tapi saya tidak menyadarinya. Yang saya sadari, saya bertolak belakang dengannya. Karena itu, saya tidak berencana menulis buku seperti Raditya.

Komedi yang saya suka adalah komedi seperti Ziarah-nya Simatupang. Pertama kali saya membaca buku tua itu saya tertawa terpingkal-pingkal sampai bercucuran air mata. Bahkan ibu sampai-sampai dengan agak panik menanyakan apakah aku baik-baik saja. Iwan Simatupang memang luar biasa, dia membuat komedi yang…. Yang ingin kutiru selalu dan selalu. Anda harus membacanya sendiri untuk mengerti.

Saya punya murid yang wajahnya mirip dengan kakak kelasnya. Ketika kukatakan hal itu padanya, baik si adik kelas maupun kakak kelas tidak menyetujui pendapat saya. Dengan bijaksana, mungkin seperti inilah yang terjadi antara tulisan saya dengan Raditya. Bisa jadi memang mirip, bisa jadi sama sekali berbeda. Dan saya yakin saya dan Radit tidak akan merasa serupa. Tapi tentu saja saya ingin bisa se-best seller ‘kambing jantan’ itu.

Hal unik apa (nyeleneh) yg ada dalam diri Anda yang ikut berkontribusi besar dalam proses penulisan?
Hey, kau menganggapku nyeleneh? Segera baca istighfar! Masak orang yang doyan ngemil kuku komodo, menggoreng nasi pakai pasir, mencampur kopi dengan urnium, dan membaca saat tidur kau anggap nyeleneh? PERGI!

Dalam sebulan Anda membaca berapa buku?
Dalam sebulan saya rata-rata membaca seperempat dari buku yang mau saya baca—kecuali Naruto atau buku yang tebalnya di bawah 150 halaman. Saya pembaca yang lambat, itu masalah pertama. Saya menghadapi jarak yang harus ditempuh dengan sepeda onthel, itu masalah kedua. Dan saya hanya membeli buku yang tebal, itu masalah ketiga.
Kecuali untuk beberapa kasus dan keadaan. Ketika membaca buku yang sangat memikat atau sedang ingin menguliti sebuah buku, saya bisa menamatkannya sebelum lima hari walau tebalnya lebih dari 400 halaman. Itu jarang terjadi sejak Rowling menyudahi Harry Potter.

Ah… mm, sepertinya aku terlalu banyak alasan.

Di mana tempat menulis favorit?
Di meja, pakai kursi tentunya. Saya tidak bisa menulis di meja yang sebagus apapun jika tanpa kursi dan harus berdiri—apalagi sambil menjengking.
Hahahaha.

Saya memiliki ruang yang terbatas untuk dipilih sehingga saya membebaskan pikiran saya dari ikatan tempat. Tempat apa saja bisa menjadi tempat menulis. Dengan SATU SYARAT, tidak ada orang yang melihat saya (atau layar komputer) ketika sedang menulis. Apalagi kalau orang itu melihatnya sambil melotot, dengan warna hitam di sekitar mata, berwajah pucat, rambut panjang hitam tergerai, mengenakan pakaian putih dan setiap 54 detik berbisik, “Bang, sate seratus tusuk.”

Siapa penulis idola Anda?
Saya menyukai dan berguru kepada Bastian Tito dan Iwan Simatupang. Saya juga mengagumi JK Rowling, Dan Brown, Stephen King, Paulo Coelho, dan tentu saja Quazlin Hormuz. Yang terakhir adalah penulis yang belum pernah menerbitkan buku atau mempublikasikan cerpennya. Bahkan, sebenarnya, belum ada satu wanita pun yang mengajukan diri untuk melahirkannya ke dunia.

Paling suka membaca buku genre apa?
Awalnya saya mengira saya sangat menyukai fiksi fantasi, kenyataannya, beberapa fiksi fantasi membuat saya jengkel. Dan kenyataannya, di rak buku saya terdapat banyak macam buku, mulai dari ramuan jamu tradisional Jawa sampai novel Jepang karya Murakami, 1Q84. Kesimpulannya, saya membaca buku apa saja yang penting bagus.

Ini mewujud dalam karya yang saya hasilkan. Novel pertama mengangkat tema pendidikan dengan penceritaan super kocak, Pemburu Rembulan. Buku kedua adalah non fiksi yang menuturkan segala hal ajaib dalam kehidupan yang sering kali kita lewatkan, Berbagai Keajaiban dalam Hidup. Buku ketiga yang segera akan terbit adalah kisah fiksi fantasi bersetting di samudera yang telah hilang, Samudera Novara.

Ah, mungkin ada perkecualian, aku tidak membaca cerita romantis-romantisan.

Apa cita-cita Anda sejak kecil?
Membantu Power Rangers menghadapi orang seperti Anda. Bwahahahaha.
Saya punya banyak cita-cita, dan yang sekarang saya capai adalah menjadi penulis yang menerbitkan buku. Alhamdulillah.

Apakah sejak dulu sudah kepikir mau jadi penulis?
Hey, sampean peramal ya? Kok tahu aku dari dulu sudah pengen jadi penulis? Bedanya, dulu saya berharap menjadi penulis best seller international, sekarang, itu belum kesampaian. Ingat, BELUM.

Sebagai guru, apakah ingin murid-muridnya jadi penulis juga?
Tentu saja tidak. Saya tidak ingin memaksa murid saya yang sudah minta dibelikan becak kepada orang tuanya kemudian beralih keinginan dengan menjadi penulis. Mereka punya pilihannya sendiri dan saya bertugas membantunya mencapai itu, atau memperbaiki levelnya (contoh, saya akan menyarankan untuk menggunakan becak bermesin kepada siswa yang bercita-cita menjadi abang becak). Selain itu, kalau total 300 murid saya menjadi penulis semua, astaga, saya punya 300 pesaing darah muda! J

Bagaimana memberikan stimulus kepada murid-murid agar potensi menulis yang dimilikinya bisa tereksplorasi?
Cara paling mudah: kalau kamu bisa bikin satu cerpen bagus, kamu dapat nilai seratus sampai nanti kamu menikah, punya anak dan menyekolahkan anak tersebut ke sini.

Cara paling logis: saya sering kali membawa buku bacaan ke sekolah. Anak-anak dengan mudah tertarik dengan buku yang bercover unik. Lalu mulailah kami berbincang-bincnang mengenai buku. Saya juga sering menceritakan pada mereka tentang buku yang saya tulis atau proses yang saya jalani untuk menerbitkan buku.

Hasilnya… hmm, sampai sekarang belum ada di antara mereka yang menerbitkan buku. Gee!

Mengapa menulis karya fiksi?
Karena saya juga bisa menulis non fiksi.

Apa suka menulis sambil mendengarkan musik? Kalau iya, lagu apa?
Nha! Benar sekali. Saya hampir selalu mendengarkan musik saat menulis atau saar dengerin lagu (tentu saja!). Berikut daftarnya:
1. lagu-lagu India yang mengharukan, seperti Kal Ho Naho, Kise Mujhe, Koi Mil Gaya, dan sejenisnya
2. Owl City. Semua album mereka asyik untuk didengarkan saat menulis
3. Album pertama Of Monsters and Men. Bagaimana dengan album kedua mereka? Setahu saya belum ada.
4. The Corrs (all album), Keane (all album), MLTR (all album)
5. Lagu apa saja yang easy listening, seperti 100 Years, Miraie, Goodbye Days, Closer, Big Big World, dll.

Pernahkah diprotes gara gara kisah teman yang curhat malah dibikin cerpen?
Hmm, itu terdengar seperti pertanyaan kedua. Pertanyaan pertama mestinya berbunyi: pernahkah men-cerpenkan curhatan teman? Jawabannya, tidak yakin. Mungkin sekali dua pernah.

Apakah mereka protes? Saya juga tidak yakin ingat hal ini pernah terjadi. Saya kebanyakan menulis tentang orang-orang yang tidak dekat dengan tulis-menulis / baca-membaca, dan kebanyakan saya tulis dalam bentuk essay. Saya harap siapapun itu tidak akan keberatan jika saya menuliskannya baik berupa cerpen atau essay. Kalaupun ada yang keberatan karena curhatnya dicerpenkan, saya akan sangat heran, bagaimana bisa dia keberatan lha wong cerpen  sepuluh halaman beratnya tidak sampai 14 gram?!

Judul buku apa yang paling menginspirasi?
Daftar untuk pertanyaan ini selalu berubah. Tapi yang tidak pernah berubah, tentu saja Ziarah. Keunggulan novel yang satu itu layaknya sumur yang semakin jauh kau menggalinya maka dia akan semakin dalam.

Hmm, semakin dalam… semakin dalam… semakin dalam… zzzz

Karakter favorit dari buku apa yang paling Anda ingat?
Wiro Sableng dari buku Wiro Sableng, Harry, Ron dan Hermione dari Harry Potter, Pelukis dari Ziarah, Arul dari Pemburu Rembulan, dan, tentu saja kamu dari buku Kehidupan. Aku selalu mengingatmu mas… eh, siapa nama sampean mas? Atau jangan-jangan sampean seorang mbak? Maaf, lupa.

Apa yang dilakukan saat ide bergejolak tapi kondisi nggak memungkinkan untuk menulis (mati listrik, laptop pingsan, mau ditraktir teman, disuruh Ibu nimba di sumur, dll)?
Pada saat seperti itu, saya akan menggunakan HP untuk menyimpan catatan. Atau kalau tidak, saya akan langsung mencatatnya di buku khusus tampungan segala macam ide. Saya punya buku khusus seperti itu, beberapa buah.

Tapi lebih seringnya di HP. Kadang saat sedang naik sepeda motor dan mendapat ilham, saya akan langsung menyalakan HP dan mengetik ide tersebut tanpa menghentikan sepeda—karena teman yang mengendarainya. Atau saat naik mobil, saya pun tak perlu mengurangi kecepatan hanya untuk membuat catatan karena memang bukan saya yang menyopir. Bahkan saat sedang turun hujan dengan sangat deras, saya tak perlu takut membuat catatan di HP sambil menghirup kopi di kamar yang terasa sejuk dan nyaman.

Apa yang Anda perjuangkan dalam karya tulis Anda?
Saya memperjuangkan hak-hak para dinosaurus untuk tetap diam dan tidak berbicara mengenai penyebab kepunahannya.

Dalam membuat novel, apakah baik kalau kita membuat cerita pembunuhan dalam hal ini mutilasi dan pembantaian dijelaskan secara terang agar terlihat mengerikan atau hanya ditulis selayang pandang saja?
Well, saya pernah membaca ini dari seorang teman, Octaviani Nur Hasanah. Dia seorang penulis yang memahami banyak hal dan teliti. Mengenai adegan kekerasan dalam buku, dia menjelaskan ada beberapa level kekerasan. Paling ringan istilahnya… oh God, again-again I forget (lagi-lagi saya lupa). Pokoknya di situ ada yang namanya… hfff, if has forget yes forget (kalau sudah lupa ya lupa).

Intinya, Anda harus menentukan siapa pembaca buku Anda. Jika Anda ingin melabelinya dengan bacaan dewasa dan mengandung adegan sadis, ceritakan pembunuhan itu semengerikan yang Anda bisa. Jangan khawatir, di dunia ini ada kelompok pembaca yang tega membaca kisah berdarah seperti itu. Tapi jika Anda ingin menulis buku yang ‘semua umur’, lakukan itu dengan ringan dan tersirat. Bahkan, jika Anda bisa, ketika Anda mengisahkan salah satu tokoh sedang merokok, Anda harus memburamkan adegan merokok tersebut. Bagaimana caranya? tulislah kata merokok dengan tinta yang lebih samar dari tulisan lainnya.

Bagaimana caranya menyampaikan pesan dalam tulisan kita tanpa terkesan menggurui?
Apakah Anda sudah membaca tulisan saya? Bagaimana menurut Anda, apakah itu terkesan menggurui atau tidak? Kalau tidak menggurui, tolong beri tahu saya. Kalau terkesan menggurui, beri tahu saya juga. Hehehe.

Barusan saya terdengar seperti mau kabur dari pertanyaan ini, kan? Tentu saja! Bayangkan, mau ditaruh di mana muka mendiang kakek saya jika setelah saya ceramah panjang lebar tentang teknik “Tidak Menggurui dalam Tulisan” ternyata semua tulisan saya terkesan mengguri bagi Anda? Nah, mending saya cari selamat.

Kekhasan gaya bertutur Anda itu apakah berbanding lurus dengan kepribadian Anda?
Hmm… ini… anu…yah, gitu deh.

Bagaimana cara meleburkan suatu data pada narasi agar tak terkesan text book?
 Wakakaka, saya sarankan Anda mengajukan lagi pertanyaan ini pada Author of The Month berikutnya.

Dalam sebuah tulisan diperlukan riset. Riset sesuai versi Anda selama ini polanya seperti apa?
Untuk riset, selama ini saya menggunakan pola batik parang. Pola itu sangat bagus untuk acara formal. Jika ingin mendapatkan kesan yang lebih ringan, saya menggunakan pola batik sepak bola. Itu terobosan yang unik dalam menggabungkan pakaian tradisional dan olah raga. Jika ingin mendapatkan yang jauh lebih casual, saya akan menggunakan pola interaksi inter conjuntional comunal multilateral bipolar hexagonal. Anda juga bisa menggunakannya untuk mengatasi berbagai gangguan migren dan sakit hati.
Bingung? Itulah akibatnya kalau membikin saya bingung.

Ada yang bertanya seputaran seluk beluk riset secara lengkap sampai bisa jadi bahan lengkap untuk menulis. Apa saja dan tahapannya bagaimana?
Bwakakaka, nah, itu dia, semua elemen partikuler pembentuk molekul omniver yang mengintegrasi dengan data empiric maupun data non-syirik harus dikolaborasikan dengan kurikulum GBPP 1994 dengan menekankan pada titik pijak kultural semi-formal secara frontal leksikal. Hal mana bisa mengkristalkan proses kulturisasi kebudayaan Aztec dengan persepsi Hellenis humanis optimistis. Itu sangat penting, Kawan.

Bagaimana cara agar bisa konsisten menulis pada apa yang kita sukai, disaat banyaknya godaan untuk menulis hal lain?
 Alhamdulilah, terimakasih, terimakasih banyak wahai penanya yang budiman, Anda telah mengembalikan wawancara ini ke jalur yang benar. Kau membuatku bahagia dengan pertanyaanmu yang logis phantomis pseudonimis premis konjugatif. Ini jawaban saya:
Saya seperti Anda, walau mungkin berbeda dalam hal yang lebih banyak. Saya merasa yang suka saya tulis agak berbeda dengan yang biasanya ramai di pasar buku. Awalnya itu mengganggu saya. Jujur, itu membuatku takut tidak laku di pasar (penerbit mana yang mau mengambil buku yang tidak diminati pasar?). Tapi semakin ke sini saya semakin optimis bahwa, bagaimanapun juga, naskah yang baik akan menemukan jalannya.

Jangan bergantung pada pasar, bergantunglah pada kepercayaan diri Anda pada kekuatan tulisan Anda. Di dunia perbukuan selalu saja ada buku di luar mainstream yang berhasil terbit, best seller, akhirnya mengubah arah pasar secara frontal. Anggaplah ketika Anda sedang menulis yang Anda suka ditengah-tengah godaan tema lain yang sedang popular, Tuhan sedang memberi Anda peluang untuk mengubah ‘pasar’ sesuai yang Anda inginkan. Caranya, tulis kisah Anda dengan kemampuan terbaik yang Anda punya.
Bismillah, kawan.

Menurut Anda, karya fiksi yang keren itu yang seperti apa? Apakah yang nyentrik, unik, dan menarik, atau yang pesannya sederhana tapi gaya penyampaiannya nggak membosankan?
Well, wahai penanya yang terhormat dan baik hati serta gemar menabung uang belanja dari suami (wakakaka), tahukah Anda bahwa saya berniat menyalin pertanyaan Anda sebagai jawaban untuk pertanyaan Anda? Baik, saya buktikan.

Bagi saya, karya fiksi yang keren adalah yang nyentrik, unik, menarik, sederhana tapi tidak membosankan. Jika karya fiksi punya salah satu dari hal-hal tersebut, dia sudah keren. Jika ada karya fiksi yang memiliki semua unsur tersebut, asataga, itu RUAR BIASA!

Mengapa memiliki kosa kata ajaib? Apakah dulu proses kreatifnya juga ajaib?
Kosa kata yang dimiliki seseorang berkaitan erat dengan bidang apa yang paling dekat dengan keseharian hidupnya. Saya, yang suka membaca apa saja, mendapatkan kosa kata yang lebih banyak dari pada mereka yang hanya membaca satu macam buku saja. Itu benar. Dan semua orang bisa melakukannya.

Jika Anda ingin memperkaya kosa kata, bacalah buku berbeda. Buku dari penulis yang tak pernah Anda kenal, yang membahas tema asing bagi Anda. Dengan itu Anda akan memiliki tabungan banyak kata baru. Kemudian gunakanlah kata tersebut dalam penulisan Anda, maka jadilah karya serupa dengan imthirava (cangkir yang tak pernah dipakai Drupadi buat minum dan tak pernah ditulis oleh pengarang kisah Mahabharata): mengejutkan!

Mengenai proses kreatif, itu sudah saya ulas di atas. Anda hanya perlu mendongak selama empat jam setengah untuk menyadari jawaban itu tidak ada di atas langit-langit rumah Anda.

Bagaimana cara Anda fokus menyelesaikan naskah novel? Karena terkadang juga ide berkelebatan tapi ditangkapnya susah. Biasanya kalau Anda menyelesaikan naskah butuh berapa lama untuk selesai?
Well, kita punya masalah yang sama, kawan. Saya pun sering membuat naskah terbengkalai. Maaf, ini seperti orang galau curhat pada orang depresi.

Pemburu Rembulan
Saya punya catatan berbeda untuk setiap naskah yang saya tulis. Ada yang rampung dalam waktu empat hari dengan tebal 150 halaman, ada pula yang butuh waktu lebih dari setahun. Saya angin-anginan dalam hal ini.

Dari semua itu, ada satu persamaan untuk setiap naskah buku saya: semuanya rampung di bulan Ramadan. Dan dari semua naskah yang sudah jadi itu, hanya satu yang tidak di selesaikan di Pulau Bawean.



Bagaimana mengatasi rasa iri melihat buku teman terbit sementara naskah kita tak kunjung selesai?
Nha… ini… ini… kata siapa saya iri? Wahaha, padahal kalau ada buku teman yang terbit saya cuma membanting sepeda motor dan televisi milik tetangga, lho. Masak gitu aja dibilang iri? Ah, Anda ini berlebihan beud.

Sehubungan dengan buku baru. Berapa lama proses menulisnya? Siapa dan apa inspirasi dibalik pembuatan buku tersebut?
 Untuk buku Berbagai Keajaiban Dalam Hidup, saya menulisnya sejak tahun 2007, dan baru pada penghujung Juli tahun 2014 ini terbit. Sedangkan untuk Samudera Novara yang sebentar lagi terbit, saya menyelesaikannya dalam waktu setahun lebih beberapa ratus jam.



Berapa lama Anda menulis buku Berbagai Keajaiban dalam Hidup? Saya suka dengan quote yang ada di dalamnya. Juga suka dengan keragaman kisahnya.
Tujuh tahun. Butuh waktu tujuh tahun bagi saya untuk merampungkan buku tersebut. Saya mengajukan naskah Keajaiban Hidup pada Maret (semoga tak salah ingat) tahun 2014, dan pada tahun yang sama ia pun terbit.

Waktu yang panjang (tujuh tahun, mak ciiiiik) memungkinkan bagi saya untuk mendapatkan ide yang berbagai macam. Itu salah satu kelebihan dari menulis dalam waktu yang lama. Tulisan kita berkembang seiring berkembangnya kepribadian dan kepekaan penulisnya. Hanya saja, menulis lama juga punya satu resiko yang sangat besar: penulis kehilangan semangat di tengah jalan.

Terimakasih telah menyukai quote di buku tersebut. Sebagian memang saya ambil dariAl-Qur’an, ulama’ dan para orang terkenal. Sebagian mbejudul dari saya sendiri.

Apa masyarakat Bawean tahu kalau pulau mereka sudah mulai dikenal oleh beberapa orang yang tadinya tidak pernah dengar nama Bawean karena tulisan Anda?
Mm… jika kata masyarakat di sini mewakili ribuan orang, saya tidak yakin itu. Bahkan saya tidak yakin banyak orang Bawean yang tahu bahwa saya ada di dunia ini. Tapi kalau orang sekampung saya, Alhamdulillah, kebanyakan mereka (pemuda dan pelajar) tahu dan memberikan dukungan yang baik. Saya sangat bersyukur Allah telah menjadikan saya blasteran Jawa-Bawean-Martian-Planet Namec. Itu membuat saya memiliki keragaman sudut pandang yang lebih dan terpaut beberapa puluh jalur kekerabatan dari Son Goku.

Jika ada di antara pembaca wawancara ini orang pulau yang ingin menjadi penulis, saya yakinkan pada Anda bahwa Anda beruntung. Anda punya sesuatu yang unik untuk Anda tulis dan tawarkan pada dunia. Ingat, semua hal yang ada di dunia ini ajaib dan menarik. Dan semua itu bergantung pada seberapa bagus kita dalam menuliskannya.



Nah, well, pertanyaan sudah habis dan saya belum mendapati satu pertanyaan pun yang menawari saya makan malam atau sejenisnya!
***
Demikian bincang-bincang kita dengan Arul Chandrana. Buat teman-teman yang penasaran dengan karya penulis yang satu ini, ada satu buku gratis untuk satu pemenang karya Arul Chandrana yang berjudul Berbagai Keajaiban Dalam Hidup. Syaratnya mudah banget :


  1. Follow blog ini.
  2. Follow twitter @BAWCommunity
  3. Tweet kalimat ini "Saya mau buku #BerbagaiKeajaibanDalamHidup karya   dari @BAWCommunity". Jangan lupa di twit kamu tetap sertakan link postingan wawancara ini juga bagikan link postingan ini di facebook.
  4. Komen di kolom komentar postingan ini berupa: nama dan akun twitter. 
  5. Ditunggu sampai tanggal 15 September 2014 
  6. Ikuti terus program Author of The Month berikutnya dan dapatkan buku-buku dari para penulis BAW.

23 comments:

  1. Nama: Ade Delina Putri
    Twitter: @adedelinaputri

    ReplyDelete
  2. ikutan kuisnya ya
    Nama : Rifka Fatmawati
    Twitter : @rifkashamorie

    ReplyDelete
  3. Saya menginginkan karya beliau ini.
    Saya menginginkan karyanya, karena jawabanya yang super sekali.
    Terutama bagian:
    Apa yang Anda perjuangkan dalam karya tulis Anda?
    Saya memperjuangkan hak-hak para dinosaurus untuk tetap diam dan tidak berbicara mengenai penyebab kepunahannya.

    ReplyDelete
  4. ikuut

    Nama : Naqiyyah Syam
    Twitter : @ Naqiyyah_Syam

    ReplyDelete
  5. Baru pertama mampir ke blog ini langsung temuin ada kuis.. Saya ikutan ya mba... :)
    Nama : Ilham Fauzi
    Twitter : @fauziilham28

    ReplyDelete
  6. ikuut

    Nama : Binta Almamba
    Twitter : @Bintaalmamba

    ReplyDelete
  7. Ikutaaannn :D

    Nama : Ila Rizky
    twitter : @ila_rizky

    ReplyDelete
  8. Aaaah Bro, di mana saya ya sehingga tidak ikutan menyerbumu dengan pertanyaan2 ajaib?

    Hei, dirimu tak konsisten memakai kata saya dan aku! KEnapa? Apa yang terjadi?

    *Fiyuh, kenapa kalau membaca tulisan putra Bawean ini, saya jadi bertutur dengan gaya bahasa yang tak biasa saya lakukan ya?*

    Errrr saya mau ikutan kuis ini .... tapi ini suah tengah malam ...... sudah lewat tengah malam .. mudah2an besok tidak lupa ....

    Oya sukses ya Bro buku barunya moga laris manis :)

    ReplyDelete
  9. Saya ikutan ya min :)
    Nama : Aida Al Fath
    Twitter : @AidhaZhuki

    Suka banget dengan gaya bahasanya, bikin ngakak terussss :D Makasi inspirasi, ilmu, dan motivasinya ya mas Arul. :)) Salam sukses.

    ReplyDelete
  10. ikutt ;)
    Nama : Mirnawati Sapar
    Twitter : @MirnawatiSapar
    menarik banget.....!

    ReplyDelete
  11. Ikutan ya kak

    Nama : Widya Neva
    Twitter : @widyaneva2

    Sukses selalu untuk kak Arul dan BAW Community serta semuanya salam sukses :))

    ReplyDelete
  12. Holla KakMin, ikutannnnnn heheeh

    Nama : Nyi Penengah Dewanti
    twit @NyiPeDe

    semangat untuk terus berkarya <3

    ReplyDelete
  13. Ikut ya min :-)
    Nama: Husnul Aini
    Twitter : @azadinda

    ReplyDelete
  14. Saya juga ikutan ya kak mimin..
    Nama: Sarah Ufaira
    twitter : @sarahufaira

    Trimakasih.. :D

    ReplyDelete
  15. Bismillah... mudah2an kali ini beruntung
    Nama: Ika Koentjoro
    Twitter : @Ikakoentjoro

    ReplyDelete
  16. Ikutan ya
    nama: Kanianingsih
    Twitter: @kanianingsih

    ReplyDelete
  17. Ikutaaan
    nama : wawat smart
    twitter : @wawat_female

    ReplyDelete
  18. Nama: Ninda Rukminingtyas
    Akun twitter: @galaxyninda

    Sukses selalu kak, fighting! :D

    ReplyDelete
  19. Nama : Rina Eko Wati
    Twitter : @HikariMio

    ReplyDelete
  20. Nama : Rany Dwi Tanti
    Twitter : @Rany_Dwi004

    ReplyDelete
  21. Nama : Sri Darmawati
    Twitter : @Eyiaz_AB

    ReplyDelete
  22. Nama: Alya Nurhafidza
    Twitter: @alyaaaaan

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung ke blog BaW. Mohon kritik dan komentar yang membangun untuk setiap postingan ;)