Friday, March 15, 2013

[Resensi Buku] Always be in Your Heart



Judul       :    Always Be in Your Heart

Penulis    :     Shabrina WS

Penerbit  :     Qanita

Tebal      :      236 hal


Novel pemenang tiga Lomba Penulisan Romance Qanita ini bercerita tentang cinta segi tiga antara Marsela, Juanito dan Randu dengan berlatar belakang bumi Lorosae dan peristiwa sebelum serta pasca referendum pemisahan Timor Leste dari Indonesia. Satu dari sekian banyak peristiwa yang menggores jejak luka dalam perjalanan panjang bangsa ini.

Marsela dan Juanito bersahabat sejak kecil. Lambat laun mereka pun saling mencintai. Namun perbedaan prinsip keluarga saat jajak pendapat menjelang referendum membuat keduanya terpisah. Juanito tetap bertahan di Timor Leste, sementara Marsela pergi mengungsi bersama ayahnya. Dalam pengungsiannya, Marsela berkenalan dengan Randu, pria pemilik toko bangunan yang juga kemudian mencintainya.

Kepada siapakah hati Marsela akan berlabuh? Berhasilkah ia bertemu kembali dengan Juanito setelah sepuluh tahun berpisah? Ataukah ia memilih untuk merajut kebahagiaan dengan Randu?

Sesuai judul dan tampilan covernya, begitu pulalah nuansa yang mewarnai perjalanan cerita di dalamnya, mengalir manis dan lembut dalam penuturan seorang Shabrina WS  yang memang memiliki ciri khas tersendiri pada keindahan, kelembutan dan kesantunannya memilih dan merangkai kalimat.

Ini memang novel yang relatif easy-reading dengan alur, plot dan konflik yang sederhana. Namun dalam kesederhanaan itulah tersimpan kekuatan dan kelebihan dari novel ini. Bagi saya, bukan hal mudah menjadikan sesuatu yang sederhana menjadi istimewa, dan Shabrina WS, adalah satu dari sedikit penulis tanah air yang memiliki kelebihan itu.

Bab awal novel ini sempat mengingatkan saya pada novel Tanah Tabu karya Anindita yang memenangi  DKJ 2008. Yaitu saat cerita dibuka oleh narasi dari tokoh seekor anjing. Serta kemiripan ciri narasi keduanya. Saya membayangkan, sekian tahun ke depan, karya Shabrina sangat mungkin bermetamorfosa menjadi seperti karya-karya Anindita. Karya yang mengusung nilai lokalitas, kesederhanaan dan pemilihan kata yang serba indah dan bernuansa manis.

Sayangnya, setting Timor Leste memang kurang tergarap maksimal di novel ini terutama pada bab-bab awalnya, namun mulai bergerak menjadi lebih baik pada bab-bab pertengahan hingga akhir. Dan entah mengapa saya merasa alurnya sedikit terlalu cepat saat cerita mulai bergerak menuju masa sepuluh tahun kemudian. 

Deskripsi tokohnya juga belum tergambar secara detil hingga saya kesulitan membayangkan sosok ketiga tokoh utamanya. Tetapi, saya sempat tersenyum-senyum sendiri membaca kisah antara Randu dan Marsela. Cara-cara Randu   mendekati dan menjaga Marsela, sempat mengembalikan memori saya pada seorang pria yang juga melakukan hal nyaris serupa pada saya 12 tahun lalu. Pria yang kini sudah menjadi ayah untuk ketiga putra-putri kami :D

Dan, sebenarnya saya sangat berharap cerita dari sudut Lon dan Royo, kedua anjing dalam cerita ini diberi porsi lebih maksimal, walau mungkin jadinya nanti akan sedikit mirip dengan Tanah Tabu yang tokohnya seorang anak kecil, seekor anjing dan babi. Karena salah satu kelebihan Shabrina, adalah pada saat ia bercerita dari sudut pandang hewan, jadi, saya merasa agak kecewa karena porsi untuk Lon dan Royo di awal dan akhir cerita hanya seperti tempelan saja.  Tapi, mungkin karena ini novel bergenre romance, maka porsi cerita dari sudut pandang hewan pun menjadi terbatas.

Terlepas dari beberapa hal diatas, yang tentunya hanya dari sudut pandang subjektivitas saya belaka, saya sangat menikmati membaca novel ini, terbukti saya bisa menyelesaikannya dalam waktu beberapa jam saja, dan bagi saya, sebuah novel yang baik adalah novel dengan “feel” yang baik, pesan moral yang tidak menggurui juga cerita yang mudah dipahami. Dan novel ini, berhasil menjawab semua kriteria (dari sudut pandang) saya untuk sebuah novel yang baik itu. Jadi, sungguh layak kiranya novel ini berhasil menyabet pemenang ketiga dalam even lomba tersebut.

Di akhir review ini, saya kutip satu quote bermakna dari hal.85, yang diucapkan oleh tokoh ayah Marsela : Kehormatan bukan terletak pada pekerjaan kita. Tetapi ketika kita tak pernah bergantung pada manusia.

Two thumbs up for you, Shabrina. Teruslah eksis dengan ciri-cirimu yang unik dan menyentuh, percayalah, tak banyak penulis tanah air ini yang punya keunikan dan kelebihan sepertimu, keunikan yang insya Allah akan membuat karyamu bersinar dengan “warna”mu sendiri.


8 comments:

  1. hebat nih mbak suka review buku brarti banyak ilmu... salam kenal mbak, semoga suatu saat mbak juga review bukuku :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. mbak Elyta.. dapat salam dari Fadly ;)

      Delete
  2. sudah punya bukunya namun belum sempat kulahap habis :)

    ReplyDelete
  3. novelnya keren, semalaman langsung habis kubaca, dibaca-baca lagi kapan-kapan pun tetap menarik karena diksinya romantis :)

    ReplyDelete
  4. novelyang menggugah :) setting jg 'beda', tak salah kalau akhirnya jadi juara ^^

    ReplyDelete
  5. khas kak Riawani Elyta, setting karyanya memang selalu tidak biasa :) salut! btw aku nyidam banget buku ini, berharap sih dapetnya gratisan *plak* wkwk

    ReplyDelete
  6. selalu tertarik dan penasaran utk baca buku yg jadi juara lomba... jadi makin penasaran abis baca resensi :)

    ReplyDelete
  7. @Alexaaxoxo:khas kak Riawani Elyta, setting karyanya memang selalu tidak biasa *maksudnya????

    --->btw ini yg resensi memang Riawani Elyta tapi novenlnya ditulis oleh: Sabrina WS ^_^

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung ke blog BaW. Mohon kritik dan komentar yang membangun untuk setiap postingan ;)