Menghadapi Rintangan Demi Menjemput Impian

Tweet

Neida Camelia Remaja dengan dunianya selalu digambarkan dengan penuh suka cita. Senang-senang dan penuh keceriaan. Karena begitulah remaja, belum bisa meninggalkan kelakuan masa kecil sementara mereka belum siap untuk bersikap layaknya orang dewasa. Namun diantara para remaja, tidak sedikit juga yang menghadapi rintangan dalam hidupnya. Masalah pelajaran di sekolah yang semakin ‘berat’, di-bully teman, juga masalah dalam keluarga merupakan ujian bagi mental remaja untuk masuk ke dunia dewasa. Begitulah yang dialami oleh ketiga gadis remaja dalam novel ini. Sri, Eileen dan Farah, tiga remaja dari Semarang yang terpilih menjadi utusan dari sekolahnya untuk mengikuti Olimpiade Sains Nasional di Jakarta. Masing-masing mereka mewakili keberadaan karakter tiga etnis yang tumbuh bersama di Semarang, yaitu Jawa, etnis Tionghoa dan etnis Arab. Sri, Eileen dan Farah adalah anak-anak yang pintar dari latar belakang keluarga yang berbeda. Mereka juga punya masalahnya sendiri-sendiri. Sri, asli Jawa. Ayahnya menghilang dan ibunya bekerja di Arab Saudi menjadi TKW. Sejak umur sepuluh tahun ia hidup menumpang pada keluarga adik ibunya, Bulek Sri (hal. 3). Eileen gadis keturunan Tionghoa. Ayah dan Ibunya membuka usaha sendiri di rumahnya dan mendidik Eileen dengan keras agar Eileen tak meneruskan langkah mereka berbisnis sembako. Mereka ingin Eileen menjadi anak yang sukses, meski ia anak perempuan (hal. 6). Sementara Farah yang keturunan Arab, merasa tidak nyaman dengan bentuk dan berat badannya yang besar dan sering menjadi bahan ejekan teman-temannya (hal. 9). Masalah berdatangan justru di saat yang sama mereka harus melakukan persiapan menghadapi Olimpiade. Farah ingin terlihat kurus saat tampil di Jakarta, hingga ia melakukan macam-macam diet. Mulai dari diet cara Food Combining sampai pada diet ala Deddy Corbuzier. Celakanya, ia tidak memperhitungkan akibatnya, sehingga ia terpaksa dirawat di Rumah Sakit hanya selang beberapa hari sebelum jadwalnya berangkat ke Jakarta (hal. 140). Sri sangat ingin ibunya kembali ke Indonesia dan meninggalkan perkejaannya sebagai TKW. Tapi sang ibu masih menahan diri sampai tabungannya cukup untuk membuka usaha restoran di Indonesia. Padahal Sri sudah merasa tertekan tinggal di rumah Bulek Sekar. Bagus dan Ningrum, anak-anak Bulek Sekar selalu memperlakukannya dengan tidak baik, karena Bulek Sekar selalu membanding-bandingkan mereka berdua dengan Sri yang rajin dan pintar. Menjelang keberangkatan Sri ke Jakarta, Bulek Sekar tiba-tiba terserang stroke dan Bagus diperkara polisi karena berkelahi dan menusuk temannya (hal. 155). Lain lagi masalah yang dihadapi Eileen. Andai saja Apa (ayah)-nya tidak tergiur oleh mulut manis Om Freddy yang menjanjikan investasi dengan keuntungan yang banyak tanpa memperhitungkan resikonya, Apa tidak akan dituduh melakukan penipuan dan ditangkap polisi pada saat Eileen harus berangkat ke Jakarta (hal. 156). Menjadi pemenang dalam OSN adalah cita-cita dan impian ketiga remaja itu. Maka, mau tidak mau mereka harus mampu melewati dan mengatasi segala rintangan yang mereka hadapi. Mereka sudah menjalani persiapan selama dua bulan, mengorbankan waktu main dan waktu istirahat agar mereka berhasil pada Olimpiade Sains Nasional dan mengharumkan nama sekolah juga keluarga. Novel ini ditulis oleh Leyla Hana, penulis yang sudah menelurkan banyak novel bertema remaja, seperti ‘Aku, Juliet’ (Moka Media, 2014). ‘Dag, Dig, Dugderan’ tak hanya bercerita tentang perjuangan tiga remaja tadi dan keberhasilan mereka dalam mengatasi masalahnya. Berbagai ulasan tentang keunikan Semarang yang hidup dengan tiga ‘warna’ yang berbeda menjadi ciri novel ini. Tambahan lagi, ada kisah tentang Festival Dugderan yang menjadi tradisi warga Semarang dalam menghadapi bulan Ramadhan (hal. 186). Diresensi oleh Neida Camelia, penulis lepas, tinggal di Jakarta. Data Buku Judul : Dag, Dig, Dugderan Penulis : Leyla Hana Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Oktober 2014 Tebal Buku : iv + 191 halaman ISBN : 978-602-03-0806-7

Neida Camelia

Remaja dengan dunianya selalu digambarkan dengan penuh suka cita. Senang-senang dan penuh keceriaan. Karena begitulah remaja, belum bisa meninggalkan kelakuan masa kecil sementara mereka belum siap untuk bersikap layaknya orang dewasa. Namun diantara para remaja, tidak sedikit juga yang menghadapi rintangan dalam hidupnya. Masalah pelajaran di sekolah yang semakin ‘berat’, di-bully teman, juga masalah dalam keluarga merupakan ujian bagi mental remaja untuk masuk ke dunia dewasa.

Begitulah yang dialami oleh ketiga gadis remaja dalam novel ini. Sri, Eileen dan Farah, tiga remaja dari Semarang yang terpilih menjadi utusan dari sekolahnya untuk mengikuti Olimpiade Sains Nasional di Jakarta. Masing-masing mereka mewakili keberadaan karakter tiga etnis yang tumbuh bersama di Semarang, yaitu Jawa, etnis Tionghoa dan etnis Arab.

Sri, Eileen dan Farah adalah anak-anak yang pintar dari latar belakang keluarga yang berbeda. Mereka juga punya masalahnya sendiri-sendiri. Sri, asli Jawa. Ayahnya menghilang dan ibunya bekerja di Arab Saudi menjadi TKW. Sejak umur sepuluh tahun ia hidup menumpang pada keluarga adik ibunya, Bulek Sri (hal. 3).

Eileen gadis keturunan Tionghoa. Ayah dan Ibunya membuka usaha sendiri di rumahnya dan mendidik Eileen dengan keras agar Eileen tak meneruskan langkah mereka berbisnis sembako. Mereka ingin Eileen menjadi anak yang sukses, meski ia anak perempuan (hal. 6).

Sementara Farah yang keturunan Arab, merasa tidak nyaman dengan bentuk dan berat badannya yang besar dan sering menjadi bahan ejekan teman-temannya (hal. 9).

Masalah berdatangan justru di saat yang sama mereka harus melakukan persiapan menghadapi Olimpiade.

Farah ingin terlihat kurus saat tampil di Jakarta, hingga ia melakukan macam-macam diet. Mulai dari diet cara Food Combining sampai pada diet ala Deddy Corbuzier. Celakanya, ia tidak memperhitungkan akibatnya, sehingga ia terpaksa dirawat di Rumah Sakit hanya selang beberapa hari sebelum jadwalnya berangkat ke Jakarta (hal. 140).

Sri sangat ingin ibunya kembali ke Indonesia dan meninggalkan perkejaannya sebagai TKW. Tapi sang ibu masih menahan diri sampai tabungannya cukup untuk membuka usaha restoran di Indonesia. Padahal Sri sudah merasa tertekan tinggal di rumah Bulek Sekar. Bagus dan Ningrum, anak-anak Bulek Sekar selalu memperlakukannya dengan tidak baik, karena Bulek Sekar selalu membanding-bandingkan mereka berdua dengan Sri yang rajin dan pintar. Menjelang keberangkatan Sri ke Jakarta, Bulek Sekar tiba-tiba terserang stroke dan Bagus diperkara polisi karena berkelahi dan menusuk temannya (hal. 155).

Lain lagi masalah yang dihadapi Eileen. Andai saja Apa (ayah)-nya tidak tergiur oleh mulut manis Om Freddy yang menjanjikan investasi dengan keuntungan yang banyak tanpa memperhitungkan resikonya, Apa tidak akan dituduh melakukan penipuan dan ditangkap polisi pada saat Eileen harus berangkat ke Jakarta (hal. 156).

Menjadi pemenang dalam OSN adalah cita-cita dan impian ketiga remaja itu. Maka, mau tidak mau mereka harus mampu melewati dan mengatasi segala rintangan yang mereka hadapi. Mereka sudah menjalani persiapan selama dua bulan, mengorbankan waktu main dan waktu istirahat agar mereka berhasil pada Olimpiade Sains Nasional dan mengharumkan nama sekolah juga keluarga.

Novel ini ditulis oleh Leyla Hana, penulis yang sudah menelurkan banyak novel bertema remaja, seperti ‘Aku, Juliet’ (Moka Media, 2014). ‘Dag, Dig, Dugderan’ tak hanya bercerita tentang perjuangan tiga remaja tadi dan keberhasilan mereka dalam mengatasi masalahnya. Berbagai ulasan tentang keunikan Semarang yang hidup dengan tiga ‘warna’ yang berbeda menjadi ciri novel ini. Tambahan lagi, ada kisah tentang Festival Dugderan yang menjadi tradisi warga Semarang dalam menghadapi bulan Ramadhan (hal. 186).

Diresensi oleh Neida Camelia, penulis lepas, tinggal di Jakarta.

Data Buku
Judul : Dag, Dig, Dugderan
Penulis : Leyla Hana
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Oktober 2014
Tebal Buku : iv + 191 halaman
ISBN : 978-602-03-0806-7