Saturday, October 19, 2013

[Sharing Day] Foto Bukan Sekadar Narsis


Oleh: Oci YM

Ada satu benda yang setahun belakangan ini menjadi bagian dari penghuni tas saya, yang akan selalu dibawa kemana-mana. Benda itu adalah kamera saku. Dulu, saya cukup mengandalkan ponsel pintar saya untuk mengambil gambar. Tapi, ponsel yang juga saya gunakan untuk online, menulis di note, bisa mendadak mati karena kehabisan baterai. Alhasil, banyak momen yang ingin saya abadikan, akhirnya gagal. Segitu pentingnya yah? Doyan narsis Mbak? Eiiiits... jangan salah paham, nggak juga. Ini terlebih karena semenjak menulis buku dan blog, saya butuh gambar-gambar sebagai penunjang.


Kesadaran ini berawal saat saya menulis buku kesehatan, yang diharuskan menggunakan foto. Tentu saja foto pribadi, karena berupa foto ramuan herbal yang telah diracik. Sebelumnya, saya juga pernah menampilkan gambar di naskah saya, gambar tersebut saya ambil dari internet. Tapi ternyata, penerbit keberatan dan mereka lebih menyukai foto yang berasal dari dokumen pribadi penulis. Seandainya mengambil gambar dari orang lain, harus atas persetujuan orang tersebut, untuk memperkecil risiko terjadinya permasalahan di kemudian hari.

Suami sering ngerasa gimana gitu, waktu istrinya ini jeprat-jepret, nggak hanya makanan, pohon, binatang, aktivitas masyarakat, atau bangunan-bangunan, pokoke semua yang saya anggap menarik untuk diabadikan. Tapi, lama-lama jadi biasa juga dan dengan senang hati untuk membantu saat saya membutuhkan gambar-gambar. Semua foto yang didapat, lalu dikelompokkan ke dalam folder-folder, dinamai sesuai dengan fotonya. Jadi, ketika saya membutuhkan gambar untuk ilustrasi, saya dapat menemukannya dengan mudah.

Penting banget yah ada gambar di naskah?. Menurut saya pribadi penting, saya lebih menyukai  membaca buku yang di dalamnya terdapat gambar-gambar sebagai ilustrasi, baik foto maupun kartun. Rasanya enak dilihat mata dan jadi tidak membosankan. Lantas sebagai penulis, gambar tersebut juga membantu untuk mengurangi jumlah halaman hehehe... Demikian juga ketika menulis di blog, gambar-gambar menjadi daya tarik tersendiri.

Nah, untuk naskah yang memang membutuhkan gambar, seperti resep masakan, tutorial hijab, atau naskah herbal yang pernah saya tulis, gambar itu sangat penting. Saya yang nggak punya ilmu fotografi alias biasanya asal jeprat-jepret saja, dituntut untuk belajar. Saya nggak kursus atau ikut pelatihan, otodidak aja. Banyak baca dan lihat-lihat gambar yang bagus-bagus, sharing dengan orang-orang yang udah jago. Hasilnya, lumayaaaaan... gambar saya di naskah terlihat keren dan saya juga pernah mendapat juara 2 dan 3 lomba foto di blogfam.

Dulu, saya sempet mikir untuk pinjem kamera DSLR teman. Tapi ternyata, foto bagus itu nggak melulu dihasilkan dari kamera yang bagus. Bukan karena kameranya, tapi kemampuan orangnya, juga teknik yang digunakan. Dari sanalah saya belajar tentang studio mini, yang biasa digunakan oleh fotografer untuk mengambil gambar-gambar yang lebih fokus. Kita juga bisa membuat studio mini sendiri, caranya sebagai berikut:
Bahan dan alat:
  • Kardus ukuran sedang/besar tergantung kebutuhan atau yang ada
  • Gunting/pisau cutter
  • Kertas putih, bisa karton, kertas roti/kertas minyak
  • Isolasi/lem
  • Penggaris
  • Pena/pensil/spidol
  • Lampu meja/lampu belajar/lampu emergency
Cara membuatnya:
  • Kardus dibentuk menjadi kotak dengan sebuah jendela besar di depannya
  • Lubangi kanan dan kiri kardus dengan ukuran sesuai lampu yang akan digunakan
  • Tempelkan kertas putih, berupa karton, kertas roti/kertas minyak di semua sisi kardus bagian dalam (lubangnya jangan yah)
  • Letakkan lampu di sisi kiri dan kanan kardus yang telah dilubangi, tambahkan juga pada bagian depan. Tapi tergantung cahayanya, bisa saja menggunakan 1, 2, atau 3 lampu, mana yang menghasilkan gambar bagus aja.
Gampangkan?, Tapi saya pribadi lebih menyukai studio mini ala saya. Yaitu menggunakan kursi kecil, kain putih (saya menggunakan mukena) dan diletakkan di luar ruangan, cukup dengan bantuan sinar matahari. Tapi, ini lebih sulit sebenarnya, hanya saja saya sudah mendapatkan sudut pencahayaan yang pas. Saya nggak terlalu paham golden hour di istilah fotografi, tapi dari eksperimen saya sendiri, jam 9 dan 10 atau sekitar jam 2 itu waktu yang pas buat saya mengambil gambar. Lagi-lagi tergantung mataharinya juga, kelemahannya yah itu, kalau seandainya mendung atau panas lagi terik-teriknya. Tapi jangan khawatir, ada banyak aplikasi pengolahan gambar yang bisa kita gunakan agar gambar semakin ciamik, seperti adobe photosop dan adobe lightroom, dll.

Baiklah temans, sekian dulu share saya. Untuk temans yang punya ilmu fotografi, ditunggu juga sharenya yah. Oh iya, foto nggak hanya dibutuhkan oleh penulis nonfiksi. Penulis fiksi bisa menggunakannya untuk sarana pembangkit imajinasi. Sama halnya dengan tulisan, foto juga sebagai pengikat ingatan.


3 comments:

  1. gambar untuk postingan ini mana, ni, mbak? hihi.. menarik sekali ilmunya :)

    ReplyDelete
  2. Ilmunya menarik Mbak, tapi sayang nggak ada gambarnya...

    ReplyDelete
  3. iya nih penasaran sama gambarnya.saya juga pake backround putih dan red carpet hihi coba deh liat blog saya http://pojoksecond.wordpress.com

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung ke blog BaW. Mohon kritik dan komentar yang membangun untuk setiap postingan ;)