Friday, November 8, 2013

Buku Pilihan Admin: Anakku Sehat Tanpa Dokter

Bundamin Leyla Hana dan buku ASTD

Halooo.. teman-teman BAW Community, sudah baca buku apa hari ini? Blog BAW ada program baru nih, judulnya "Buku Pilihan Admin." Ini khusus buku karya anggota BAW yang sudah dibaca oleh admin. Di sini kita akan mengulik isi buku beserta latar belakang penulisannya bersama penulisnya langsung doong.... Gak susah sih untuk menghubungi para penulisnya karena mereka ramah tamah dan baik hati.



Nah, di edisi perdana ini, kita akan mengupas buku "Anakku Sehat Tanpa Dokter" karya Bunda Sugi Hartati yang diterbitkan oleh Stiletto Book. Profilnya bisa dibaca di sini ya. Bundamin tentu saja sudah baca buku ini, kalau belum bagaimana mengupasnya? Wah, senangnya di halaman pengantar ada nama Bundamin juga, ehehehe..... Buku ini pas banget buat Bundamin yang punya tiga anak kecil-kecil dan sering ke dokter.
Buat ibu-ibu yang punya anak kecil-kecil, anak sakit itu sudah biasa ya, Buu.... Seringnya kita mengambil jalan pintas ke dokter, padahal gak semua penyakit harus dibawa ke dokter. Penyakit-penyakit ringan khas anak-anak sebenarnya bisa diobati sendiri. Bunda Sugi di dalam buku ini menjelaskan secara komplit tentang pengobatan penyakit anak-anak tanpa harus dibawa ke dokter. Khusus penyakit yang tidak berbahaya lho... Kalau kritis ya mesti dibawa ke dokter.
Buku ini sangat membuka mata Bundamin. Cara penulisannya juga asyik, seperti sedang bercerita saja. Jadi kita tidak merasa berat membaca buku nonfiksi. Iyap, ini termasuk buku nonfiksi, alias buku yang ditulis berdasarkan kisah nyata dan didasari oleh data-data ilmiah. Bunda Sugi memang bukan dokter, tetapi semua penjelasannya sudah dipraktekkan sendiri olehnya. Insya Allah, bisa dipertanggungjawabkan.
Di bab awal kita akan diberikan pemahaman mengapa tidak perlu sering-sering ke dokter. Yang paling utama sih, biaya dokter dan obat itu tentu saja mahal. Lagipula sebenarnya tidak semua penyakit membutuhkan obat dokter lho. Bunda Sugi kemudian memaparkan penyakit anak-anak apa saja yang tidak membutuhkan obat dokter. Bahkan demam atau panas pun tidak harus langsung diberikan obat panas kalau masih dibawa 40 derajat selsius. Ada terapi pengobatan secara alami yang dipaparkan oleh Bunda Sugi, bermanfaat sekali untuk ibu-ibu yang masih memiliki anak-anak kecil. Bundamin beruntung sekali bisa membaca buku ini.
Nah, buat ibu-ibu, calon ibu, bapak-bapak, calon bapak yang merasa harus membaca buku ini, ayo segera cari di toko buku ya. Harganya terjangkau kok, padat ilmunya. Pingin tau latar belakang penulisannya? Ini hasil tanya-tanya Bundamin ke Bunda Sugi:

Tanya: Judul bukunya "Anakku Sehat tanpa Dokter" ini nendang banget deh. Kok bisa ngasih judul ini? Siapa yg menentukan judulnya?
Ohya... Alhamdulillah, terimakasih judulnya dibilang nendang. Soal judul, gini sejarahnya. Dulu pertama kali saya terjun ke dunia kepenulisan, saya mencoba ikut semacam les nulis. Hari pertama disuruh membuat judul dan outline buku apa yg mau ditulis. Waktu itu saya mengajukan novel roman. Tapi setelah dibedah disana, semangat saya jadi down. Karena tema calon novel yg saya angkat sangat biasa, tidak ada konflik, kurang menarik, dsb. Lalu saya berkesimpulan saya tidak cocok menulis fiksi. kemudian saya mencoba mengajukan buku non fiksi. Tema yang saya ajukan tentang bimbingan orangtua yang mencakup bagaimana mempersiapkan anak menjadi sehat, baik secara fisik maupun psikis. Tapi kalau itu semua saya tulis, cakupannya terlalu luas. Nah pas itu, Bu Sofie (pembimbing saya) mengusulkan yang secara fisik aja. Lalu saya bilang, saya khan bukan dokter gimana nanti kata pembaca. Kembali bu Sofie menguatkan saya, "kalau anda faham bagaimana mengatasi anak sakit tanpa ke dokter, mengapa bukan itu saja yang anda tulis?". Nah, dari situ akhirnya saya mengusulkan judul "Anakku Sehat Tanpa Dokter".
Tanya: Ini kan buku nonfiksi, alias buku yang berdasarkan fakta. Bunda Sugi lebih senang nulis buku nonfiksi atau fiksi, karena Bunda kan sudah pernah menerbitkan buku fiksi juga?
Kalo ditanya lebih seneng menulis fiksi apa non fiksi, saya bingung juga menjawabnya. Karena memang saat ini naskah yang kebetulan udah jadi dan acc penerbit, bahkan beberapa tinggal nunggu terbit adalah buku non fiksi (buku masakan dan ketrampilan). Nah, selain itu saya juga punya beberapa simpanan konsep novel yang tinggal menunggu pengembangannya. Hehe... kalo sempat sih. Dan juga buku tentang baby yang juga udah saya ajukan ke penerbit, belum acc sih, masih nunggu review.
Btw, kayaknya sama-sama suka ya. Saya menulis itu mengikuti bagaimana hati dan pikiran saya sedang bekerja. Biasanya inspirasi itu muncul begitu saja. Kadang habis dengerin curhat teman atau membaca novel, jadi punya ide bikin novel. Kadang habis melakukan sesuatu buat anak dan berhasil, nah akhirnya muncul ide buat sharing ke orang lain. Kayaknya kalo kita mau nulis itu, sebaiknya jangan menentukan nulis fiksi ato non fiksi deh. Ya pokoknya kita nulis aja. mau jadi apa terserah. Fiksi atau non fiksi, sama2 OK. Hehe... sok atuh!
Tanya: Gimana bisa dapat ide untuk menulis tentang ini?
Buku "Anakku Sehat Tanpa Dokter", dapat idenya dari keinginan saya untuk menyampaikan tentang apa yang saya ketahui entah dari pengalaman atau membaca buat orang lain . Biasanya kalo saya ketemu sama orang yang anaknya lagi sakit, batuk, demam, atau lainnya (yang mungkin anak saya pernah mengalami juga) itu sukanya ngasih saran. Kasihan melihat kondisi si anak yang lagi sakit. apalagi kondisi sekarang ini begitu banyaknya macam obat-obatan yang berbau kimia, dimana jika tidak tepat sasaran bisa fatal akibatnya buat si anak. Dari sinilah saya pingin mengajak para orangtua agar sedapat mungkin berusaha menangani anak sakit dengan home treatment, yaitu lebih menekankan pengobatan yang sifatnya alami. Alhamdulillah, kadang bermanfaat juga, anaknya sembuh, meski ada pula yang menolak. Haha... nggak apa-apa dengan penolakan. Setiap orangtua bebas memilih cara apa yang akan ia upayakan demi kesehatan buah hati mereka. Apapun caranya semoga itu yang terbaik.
Tanya: Susah gak Bun nulis nonfiksi? Apa saja tahapan menulis buku ini? Outline, referensi, atau langsung nulis saja?

Menulis non fiksi itu mudah. Semudah menulis fiksi. Jadi sama mudahnya. Hanya tergantung apa yang akan kita sampaikan. Kalo non fiksi ya berarti harus yang benar2 nyata/ fakta, bisa berdasarkan pengalaman sendiri, bisa juga dari pengamatan orang lain. Lalu gaya penulisan, kalo. non fiksi itu susunan katanya lebih sederhana. Kita tidak perlu susah2 mencari kata-kata indah. Cukup ditulis saja apa adanya, yang penting orang lain mengerti maksud dari tulisan kita.
Waktu menulis buku ini, pertama kali saya tentukan adalah tema. Tema saya buat lebih spesifik, agar pembahasan bisa lebih dalam. Karena jika cakupannya luas, maka pembaca serasa masih ngambang, belum puas dengan pembahasan, dan tentunya akan banyak pertanyaan dari pembaca yang tidak terjawab.
Lalu menentukan beberapa pokok pikiran yang akan saya dibahas. Semua ide pokok yang berkaitan dengan tema saya tulis, sekaligus memilah-milah untuk menyesuaikan pembahasannya. Sekalian saya buat daftar isi.
Setelah daftar isi, saya jabarkan pada masing2 bab dan sub bab mengenai apa saja yang akan saya bahas (mendiskripsikannya).
Tahap selanjutnya, saya mengumpulkan referensi. Ini untuk menunjang pada apa yang saya tulis. Jadi tidak sekedar nulis berdasarkan pikiran aja, juga saya fahami secara teori.
Kemudian tahap menulis naskah. Di sini saya menuangkan semua yang ada dalam otak menjadi tulisan dengan mengacu pada outline yang telah saya buat.

Tanya: Berapa lama waktu penulisan buku ini?
Penulisan buku ini sebenarnya tidak lama. Hanya saja tertunda dengan banyak hal. Diantaranya adalah: keinginan ngejar lomba nulis lain, direcokin anak-anak, kehabisan ide, dll. Sehingga buku ini yang semula saya targetkan selesai 3 bulan, molor hingga 6 bulan.
Tanya: Sumber-sumber penulisannya didapatkan dari mana?
Sumber-sumber penulisan kebanyakan berasal dari pengalaman pribadi saat saya menangani sakit pada anak-anak atau keluarga. Juga beberapa buku kedokteran, koleksi artikel kesehatan, yang saya dapat dari browsing maupun majalah.
Tanya: Susah gak nyari penerbitnya? Dari mana Bunda mendapatkan info penerbitnya? Kirim naskahnya via imel atau hardcopy?

Ya, susah. Dulu saya sempat kendor semangat saya buku ini bisa terbit. Yaitu saat saya mengajukan penerbit melalui agen, 3 bulan nggak ada kabar. Bahkan waktu saya tanyakan review tentang naskah, naskah saya dibilang masih ketlisut (waktu itu saya mengirimkan dalam bentuk hardcopy dan soft copy).
Dalam masa tunggu naskah yang tidak ada kabar serta tanggapan positif tersebut, naskah begitu saja masuk gudang file. Tidak diapa-apain, alias didiamkan. Saya merenung, ya mungkin naskah tersebut kurang berbobot, atau justru tidak berbobot sama sekali. Begitu pemikiran saya ketika itu.
Saya mencoba lagi mengumpulkan energi yang sempat hilang, juga semangat yang sempat surut. Akhirnya setelah muncul semangat lagi, naskah kembali saya edit. Beberapa bab saya hilangkan dan saya ganti bab yang baru. Juga ada materi yang saya tambahkan. Nah setelah cukup cuapek mengedit dan merasa udah kelar semua, kembali naskah saya diamkan. Saya masih belum berani untuk mengajukan ke penerbit lagi. Takut kekecewaan yang saya terima.
Pada mbak Eni (Shabrina WS--salah satu admin BAW juga, uhuii!), juga saya ceritakan tentang naskah tersebut. Mbak Eni bilang, "Kirim saja. Jangan pikirkan diterima atau ditolak. Biarlah penerbit yang menilai". Jika di tolak baru berpikir naskah harus diapakan.
Mak Yes.... serasa tersiram air saat kepanasan. Terasa dingin dan sejuk. Saya menjadi plong. Saya menjadi kuat, dan bersemangat lagi untuk ngirim. Waktu itu saya juga diberi referansi alamat penerbit yang menerima tema serupa. Tidak mau putus asa langsung saya kirim ke penerbit. Tiga bulan berlalu, sayapun tidak mendapatkan kabar dari naskah saya. Meski saya telah berusaha menanyakan perihal naskah lewat email, namun tetap saja gak ada jawaban, Entah diterima atau ditolak. Sayapun akhirnya membuat kesimpulan sendiri, DITOLAK.
Lalu saya mencari-cari alamat penerbit yang cocok di internet. Dan setelah ketemu yang menurut saya cocok, maka segera saya kirim sesuai dengan ketentuan yang ada di penerbit tersebut. Apakah saya tidak khawatir, bagaimana jika dalam hitungan hari atau minggu nahkah saya diterima dipenerbit sebelumnya? Tidak. Saya tidak khawatir, karena dalam setiap pengajuan naskah saya selalu menuliskan, bahwa jika dalam waktu 3 bulan tidak ada kabar, maka naskah secara otomatis akan saya tarik kembali.
Nah, dipenerbit terakhir inilah proses begitu mudah. Saya mengajukan sekitar bulan Desember melalui email, berupa outline dan contoh naskah sekitar 30 halaman. Setelah itu penerbit menyatakan tertarik, dan meminta naskah utuh dalam bentuk hardcopy. Lalu bulan Februari saya sudah menerima MOU. Dan buku terbit sekitar bulan Juni.

Tanya: Berapa lama proses penerbitan buku ini?

Dari pengajuan sekitar bulan desember, dan terbit bulan Juni. Berarti sekitar 7 bulan.
  • Okay, Bunda Sugi, makasih ya atas wawancaranya yang berharga ini. Ayo, yang punya ide nulis buku nonfiksi, segera diselesaikan penulisannya yaaa, yuuuuk...... Dan jangan lupa dapatkan buku ini di toko buku terdekatmu ya...


  • Anakku Sehat Tanpa Dokter, Stiletto Book

5 comments:

  1. Aku liat bukunya di tobuk, tapi waktu itu ga minat. Sekarang pengen ke tobuk itu lagi. Pengen bacaa, eh beli.

    ReplyDelete
  2. Beli disini (klik link ini) ada diskon, http://www.stilettobook.com/index.php?page=buku&id=36

    ReplyDelete
  3. keren, selamat ya, barokallah bukunya cantik :)

    ReplyDelete
  4. waaa... pengin beli bukunyaa.. sudah beredar di toko buku terdekat, yaa? :D

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung ke blog BaW. Mohon kritik dan komentar yang membangun untuk setiap postingan ;)