Monday, November 25, 2013

Resensi Buku: Temui Aku di Surga

Judul: Temui Aku di Surga
Penulis: Ella Sofa
Penerbit: Quanta, Elex Media 2013         
ISBN:  97806020213606
Harga: Rp 44.800

Malik dan Yudho adalah dua sahabat yang digambarkan memiliki wajah dan perawakan mirip satu sama lain, meski terlahir dari orang tua yang berbeda. Malik adalah anak dari keluarga menengah ke atas, sedangkan Yudho adalah anak dari keluarga miskin. Malik sempat menjadi anak nakal, bergabung dengan geng motor yang hobi membuat kerusakan dan bertempur dengan geng motor lawan. Yudho sebaliknya, seorang pemuda  baik-baik yang ikut mencari nafkah untuk membantu biaya sekolah adik-adiknya.


Yudho  yang semula bekerja di toko pemasangan kaca, diajak oleh Malik untuk membuat usaha sendiri. Hal ini membuat geram Solikin, mantan bos Yudho. Sementara itu, orang tua Malik bercita-cita mencalonkan anaknya menjadi Petinggi Desa (Kepala Desa) karena petinggi yang sudah memerintah dirasa tak becus. Contohnya, jalanan desa semakin rusak, sementara pemasukan desa dipakai foya-foya oleh Kepala Desa.

Sayangnya, rencana pencalonan Malik tak berjalan lancar, karena pemuda itu keburu dibunuh oleh orang lain dalam tabrak lari. Apakah ada hubungannya dengan pencalonan kepala desa itu? Lalu, bagaimana nasib Yudho selanjutnya sepeninggal Malik? Apakah Solikin ada kaitannya dengan semua peristiwa itu?

Ide novel ini sangat menarik, mengenai intrik-intrik di balik pencalonan Kepala Desa. Apalagi setelah saya berbincang-bincang dengan penulisnya, ternyata novel ini diangkat dari kisah nyata, dengan beberapa perubahan. Dari membaca novel ini, kita dapat mengetahui bahwa tidak mudah untuk menjadi Kepala Desa. Bahkan, untuk mencalonkan diri pun, membutuhkan kekuatan fisik, mental, dan sudah tentu materi. Yudho yang anak orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemasang kaca, mendapatkan bantuan dari warga desa yang sudah ingin mengubah kondisi desa dengan melengserkan Kepala Desa yang lama. Akan tetapi, jalan itu tetap tidak mulus. Ada kecurangan-kecurangan disertai ancaman pembunuhan yang menarik untuk diikuti.
Terkait dengan pembunuhan Malik, pembaca juga dibuat bertanya-tanya, siapakah yang membunuh? Jawabannya di luar dugaan, dan saya tidak akan membongkarnya di sini. Sekilas diceritakan soal Hesti, gadis calon hafidzah (penghapal Al Quran), yang dicintai oleh Malik. Kepada siapa cinta Hesti berlabuh setelah Malik  terbunuh?

Setting Jepara terasa begitu kental dengan logat bahasa para tokohnya yang Njawani plus mengentak-entak. Penulis sangat suka memakai tanda seru, mungkin karena logat Jeparanya itu. Dulu saya juga punya teman asli Jepara dan kalau bicara juga mengentak-entak. Akan lebih baik bila di novel selanjutnya, pemakaian tanda seru ini dikurangi supaya jalan cerita menjadi lebih halus.

Prolog sudah dibuat mengundang rasa penasaran dengan adegan Malik yang terkena bacokan clurit, tetapi memasuki Bab 3, cerita agak membosankan. Terlalu banyak mengobrol antar tokoh, serta deskripsinya kurang. Terlepas dari kekurangannya, novel ini menjadi menarik untuk diikuti setelah penulis menggiring pembaca untuk bertanya-tanya misteri kalahnya Yudho dalam pencalonan Kepala Desa, dan siapa sebenarnya yang membunuh Malik?






No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke blog BaW. Mohon kritik dan komentar yang membangun untuk setiap postingan ;)