Penulis: Ella
Sofa
Penerbit:
Quanta, Elex Media 2013
ISBN: 97806020213606
Harga: Rp 44.800
Malik dan Yudho
adalah dua sahabat yang digambarkan memiliki wajah dan perawakan mirip satu
sama lain, meski terlahir dari orang tua yang berbeda. Malik adalah anak dari
keluarga menengah ke atas, sedangkan Yudho adalah anak dari keluarga miskin.
Malik sempat menjadi anak nakal, bergabung dengan geng motor yang hobi membuat
kerusakan dan bertempur dengan geng motor lawan. Yudho sebaliknya, seorang
pemuda baik-baik yang ikut mencari
nafkah untuk membantu biaya sekolah adik-adiknya.
Yudho yang semula bekerja di toko pemasangan kaca,
diajak oleh Malik untuk membuat usaha sendiri. Hal ini membuat geram Solikin,
mantan bos Yudho. Sementara itu, orang tua Malik bercita-cita mencalonkan
anaknya menjadi Petinggi Desa (Kepala Desa) karena petinggi yang sudah memerintah
dirasa tak becus. Contohnya, jalanan desa semakin rusak, sementara pemasukan
desa dipakai foya-foya oleh Kepala Desa.
Sayangnya,
rencana pencalonan Malik tak berjalan lancar, karena pemuda itu keburu dibunuh
oleh orang lain dalam tabrak lari. Apakah ada hubungannya dengan pencalonan
kepala desa itu? Lalu, bagaimana nasib Yudho selanjutnya sepeninggal Malik? Apakah
Solikin ada kaitannya dengan semua peristiwa itu?
Ide novel ini
sangat menarik, mengenai intrik-intrik di balik pencalonan Kepala Desa. Apalagi
setelah saya berbincang-bincang dengan penulisnya, ternyata novel ini diangkat
dari kisah nyata, dengan beberapa perubahan. Dari membaca novel ini, kita dapat
mengetahui bahwa tidak mudah untuk menjadi Kepala Desa. Bahkan, untuk
mencalonkan diri pun, membutuhkan kekuatan fisik, mental, dan sudah tentu
materi. Yudho yang anak orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemasang kaca,
mendapatkan bantuan dari warga desa yang sudah ingin mengubah kondisi desa
dengan melengserkan Kepala Desa yang lama. Akan tetapi, jalan itu tetap tidak
mulus. Ada kecurangan-kecurangan disertai ancaman pembunuhan yang menarik untuk
diikuti.
Terkait dengan
pembunuhan Malik, pembaca juga dibuat bertanya-tanya, siapakah yang membunuh?
Jawabannya di luar dugaan, dan saya tidak akan membongkarnya di sini. Sekilas
diceritakan soal Hesti, gadis calon hafidzah (penghapal Al Quran), yang
dicintai oleh Malik. Kepada siapa cinta Hesti berlabuh setelah Malik terbunuh?
Setting Jepara
terasa begitu kental dengan logat bahasa para tokohnya yang Njawani plus
mengentak-entak. Penulis sangat suka memakai tanda seru, mungkin karena logat
Jeparanya itu. Dulu saya juga punya teman asli Jepara dan kalau bicara juga
mengentak-entak. Akan lebih baik bila di novel selanjutnya, pemakaian tanda
seru ini dikurangi supaya jalan cerita menjadi lebih halus.
Prolog sudah
dibuat mengundang rasa penasaran dengan adegan Malik yang terkena bacokan
clurit, tetapi memasuki Bab 3, cerita agak membosankan. Terlalu banyak
mengobrol antar tokoh, serta deskripsinya kurang. Terlepas dari kekurangannya,
novel ini menjadi menarik untuk diikuti setelah penulis menggiring pembaca
untuk bertanya-tanya misteri kalahnya Yudho dalam pencalonan Kepala Desa, dan
siapa sebenarnya yang membunuh Malik?
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung ke blog BaW. Mohon kritik dan komentar yang membangun untuk setiap postingan ;)