Saturday, November 9, 2013

[Cerpen] Octo, si Pangeran Gurita

Oleh: Marisa Agustina
Sedikit cerita di balik naskah ini, setelah saya cek kembali file saya ternyata naskah ini dibuat tanggal 17 Oktober 2012. Pernah saya ajukan ke Brina, namun belum jodoh. Kami malah membahasnya lalu saya sedikit melakukan revisi berdasarkan sarannya. Lalu Brina 'menantang', katanya kirim ke kompas saja. Dalam hati saya berkata, amboiii, dikau saja tak menerimanya apa jadinya kalo saya kirim ke kompas. Kompas? Ya ampun! Tapiii, setelah diskusi lagi, yaaa apa salahnyalah mencoba, toh kemungkinan terburuk juga paling ditolak, ya nggak? Maka, saya kirimlah naskah ini ke kompas. Saya cek di arsip email, tertanggal 24 Januari saya kirim ke sana. Lamaaaa sekali nggak pernah ada respon, sampai-sampai saya yakin kalau saya salah email. Mungkin naskah saya nyasar di bagian lain kompas, bukan bagian cernak, pokoknya pikiran semacam itulah.



Selama rentang Jan-Oktober, bukan hanya sekali saya tergoda untuk mengirim naskah ini ke tempat lain, daripada mubazir. Tapi entahlah, mungkin dasarnya emang malas, saya nggak pernah kesampaian melakukan itu. Saya diemin aja. Sampai lupa malah. Pada Sabtu siang yang cerah, muncullah si weselpos bertanda pengirim KOMPAS itu. Apalagi yang pernah saya utus ke sana selain Octo? Saya pun grasa grusu nyari info lewat fb. Alhamdulillah ngga dapet hehe sampai akhirnya kawan kita VSD, yep Vita Sophia yang nyolek saya di twitter dengan mempublish penampakan Octo di koran. Alhamdulillah. Padahal fb dia off eeehhh malah dia yang nemu hehehe.

Demikianlah kisah tiga lembar naskah saya yang dihargai 350rb oleh Kompas. Sekali lagi alhamdulillah. Dan terima kasih BaW. Luv u always ^^

And now meet the Octo....

Octo si Pangeran Gurita

     Teeet… Teeettt … Bel sekolah berbunyi dengan nyaring. Octo si pangeran gurita bergegas keluar dari ruangan kelas. Mahkotanya sampai miring, bahkan resleting tas ranselnya tidak sempat ditutup. Nyaris saja buku-buku dan peralatan sekolahnya berhamburan keluar. Dengan gesit ia menyelinap di antara keramaian murid-murid. Kemudian Octo berlari kencang. Rupanya ia sengaja menghindari para pengawal yang menjemputnya. Octo tidak ingin langsung pulang. Ia ingin menyaksikan tarian Nona Koral di seberang jalan.
     “Aduhduduh. Kapan jalanan ini akan lengang, sih? Aku, kan, mau menyeberang,” gerutu Octo kesal setibanya di tepi jalan raya di depan sekolah. Octo tak menyangka lalulintas siang hari sangatlah padat. Beraneka macam biota laut hilir mudik tiada henti dari kedua arah. Ada pari super cepat, tongkol yang ngebut, hingga segerombolan ubur-ubur yang tampak terburu-buru. Semuanya melintas jalan raya tanpa jeda. Octo yang tak terbiasa bepergian sendiri menjadi bingung.
     Octo tidak menyadari dari kejauhan tiga sahabatnya berlari tergopoh-gopoh berusaha mengejarnya. Raut wajah mereka terlihat sangat khawatir melihat Octo berdiri ditepi jalan sendirian seperti itu.
     “Octo, berhenti! Jangan lakukan itu!” teriak Horsi si kuda laut.  Horsi berlari paling laju diantara sahabat Octo yang lain.
     “Iya,tunggu kami!” Binbin si bintang laut biru tampak berlari kepayahan. Maklum saja, badannya paling bongsor di antara mereka.
     “Lho,memangnya kenapa?” tanya Octo. Ia tampak sedikit heran menyaksikan kekhawatiran sahabat-sahabatnya. “Aku, kan, hanya ingin ke seberang. Apa kalian mau ikut melihat Nona Koral juga?” Octo masih juga tak mengerti.
     “Bukan begitu, Octo. Kami khawatir melihatmu berdiri di tepi jalan raya seperti ini,” Kuru si penyu berkata sambil napasnya masih tersengal.
     “Kenapa? Aku kan cuma mau menyeberang jalan supaya bisa melihat tarian Nona Koral,” Octo mengulangi sekali lagi keinginannya. Sambil mengatakannya Octo menggoyang-goyangkan tentakelnya menirukan sebuah tarian.
     “Kenapa kamu tidak bilang saja pada para pengawal yang menjemputmu? Mereka kan bisa mengantarmu ke sana?” tukas Binbin mencela Octo. “Lagipula memangnya kamu tahu cara menyeberang jalan sebesar ini?”
     “Aku takut mereka tidak mengizinkan,” ucap Octo lirih.  “Tapi kalian benar. Aku memang belum pernah sih menyeberang jalan besar seperti ini sebelumnya. Memangnya bagaimana cara menyeberang jalan raya seramai ini? Kalian mau mengajariku?”tanya Octo.
     “Pertama, carilah zebra cross ketika hendak menyeberang, Octo,” Kuru menjelaskan. “Itu lho, garis hitam-putih yang membentang membelah jalan raya. Seperti di sebelah sana,” tunjuknya ke arah zebra cross.
     “Kemudian mintalah orang dewasa untuk menemani menyeberang. Kita masih terlalu kecil untuk menyeberang jalan sendiri,” tambah Binbin.
     “Aku akan mencari Pak Wholi untuk menemani kita menyeberang. Bagaimana, kawan-kawan?” kata Horsi kemudian melaju mencari Pak Wholi sang guru paus.
Tak lama berselang Pak Wholi tiba di tepi jalan tempat Octo dan tiga sahabatnya berada. “Jangan lupa menengok ke kanan dan ke kiri terlebih dulu, Anak-anak,”Pak Wholi membimbing Octo dan para sahabatnya.
     “Setelah lengang baru kita menyeberang. Yuk!” kata Pak Wholi lagi.
      Setelah tiba di seberang jalan Octo dan sahabat-sahabatnya pun menyaksikan tarian Nona Koral.
      “Aihhh, tarian Nona Koral benar-benar indah ya,” Octo tak berkedip memandang Nona Koral menari. Rumbai warna-warni tampak melambai-lambai terbawa arus air laut ketika Nona Koral menari.
     “Iya, indah sekali,” Binbin menjawab mewakili para sahabat Octo.

     “Aku suka menariiii,” seru Octo sambil menggerakkan semua tentakelnya mengikuti gerakan Nona Koral. Mereka semua tertawa bersama-sama.

3 comments:

  1. Kesabaran akhirnya berbuah manis ya. Setelah lama menunggu akhirnya dimuat juga :)
    Btw dongengnya menarik, ingin sekali bisa bikin cerita seperti itu ^_^

    ReplyDelete
  2. selamat ya mbak...boleh minta alamat email kompas untuk ngirim cernaknya mba?

    ReplyDelete
  3. waaah kereeen :) lucu ceritanya si Octo gurita :D suka

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung ke blog BaW. Mohon kritik dan komentar yang membangun untuk setiap postingan ;)