Tuesday, July 9, 2013

[Cerpen] Pik-Can si Kepik Pesolek

Ide fabel ini muncul ketika penulis sering merasa miris menyaksikan banjir yang sepertinya selalu menjadi masalah ketika musim hujan tiba. Meski problema tersebut melibatkan banyak faktor, namun persoalan lingkungan sudah pasti turut andil di dalamnya. Olehnya itu penulis ingin menyisipkan pesan mengenai hal tersebut melalui fabel kepada anak-anak....

Pik-Can si Kepik Pesolek
Oleh : Niki Rissa
(dimuat di Fajar Minggu, 4 November 2012)

Pik-Can, si kepik cantik yang senang bersolek mematut-matut diri di depan cermin. Ia baru saja menggosok ketujuh totol di punggungnya sampai mengilap. Sekarang ia sedang mengagumi kemolekannya sendiri.
“Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, dan tujuh,” katanya sembari menghitung seluruh totol hitam di punggung oranye terang-nya.
Setelah merasa puas Pik-Can mengembangkan sayap belakangnya dan terbang ke dekat jendela kamarnya yang terbuka. Ia melongok ke luar.
“Hei, Pik-Can! Sini bantu kami membersihkan got-got berlumpur ini!” teriak Pik-Bun si kepik tambun.
“Iya, sini kamu! Jangan malas, lho. Sebentar lagi hujan pertama di musim penghujan akan segera tiba. Kalau kita tidak membersihkan got-got ini bisa-bisa nanti kita kebanjiran,” tutur Pik-Jak si kepik bijaksana.
“Ah, nggak akan lah. Lagipula aku baru saja menggosok totol-totolku. Kalau aku ikut membersihkan got nanti mereka kotor lagi kena lumpur. Hiiyy, jijik!” ujar Pik-Can sambil bergidik.
“Huuu….,” beberapa kepik lain yang sedang sama-sama bekerja bakti ikut meneriaki Pik-Can.
Pik-Can tidak peduli. Ia terbang keluar jendela lalu mengitari teras rumahnya. Bukannya ikut membantu kawan-kawannya membersihkan got, kali ini ia malah sibuk mengamati aneka tanaman bunga yang dipeliharanya di taman. Ada bunga mawar putih kesukaannya, melati, anyelir dan anggrek bulan. Pik-Can bermain berayun-ayun di kelopak bunga yang sedang bermekaran. Ia sangat menyayangi semua bunga di dalam tamannya itu.
Dari kejauhan Pik-Bun, Pik-Jak, dan kepik-kepik lain geleng-geleng kepala melihat tingkah Pik-Can. Mereka tak percaya Pik-Can tidak mau ikut bekerja bakti membersihkan got di depan rumah masing-masing.
Hingga akhirnya hari berubah menjadi sore. Awan-awan gelap berarak di langit. Para kepik yang sedang bekerja bakti bergegas bubar untuk berlindung di rumah masing-masing.
Glar! Petir menyambar meninggalkan jejak kilat di langit. Rupanya hujan akan turun sore ini. Dan benar saja, tak lama kemudian tetes air besar-besar tercurah dari langit. Seluruh warga kepik tidak ada lagi yang berani keluar rumah. Mereka hanya mengintip dari balik jendela dan bersyukur tadi sudah membersihkan got di depan rumah masing-masing.
Keesokan paginya…
“Aaarrrgghhhh!!!” Terdengar teriakan histeris dari arah rumah Pik-Can.
Pik-Bun, Pik-Jak, dan beberapa kepik lain yang mendengar suara itu bergegas mendatangi rumah Pik-Can.
“Ada apa, Pik-Can?” tanya Pik-Bun bingung.
“Kenapa kamu berteriak?” sambung Pik-Jak.
“Itu! Masa kalian nggak lihat?” tunjuk Pik-Can ke arah bunga-bunga di tamannya. Wajahnya memancarkan kesedihan.
“Mawar putihku, anggrek bulanku, hu .. hu .. hu .. semua jadi rusak terendam lumpur,” tangis Pik-Can.
“Kamu sih, kemarin diajak bersih-bersih nggak mau. Jadinya gini deh, halamanmu terendam lumpur,” ujar Pik-Jak.
Pik-Can menatap kawan-kawannya. Ada sorot penyesalan di sana.

1 comment:

Terima kasih telah berkunjung ke blog BaW. Mohon kritik dan komentar yang membangun untuk setiap postingan ;)