Sunday, July 7, 2013

Mau Dapat Order Nulis dari Penerbit? Ini Tipsnya!

Oleh: Riawani Elyta

Sebelum saya memulai catatan ini, perlu saya sampaikan bahwa ini nggak bermaksud menunjukkan kalau saya sudah berada di posisi “permanen” sebagai penulis yang hanya menulis “by order”, karena dinamika dalam dunia literasi juga terus berubah. Saya juga nggak tahu apakah sekian bulan atau sekian tahun ke depan saya masih akan tetap menulis dengan sistem ini, jadi, mumpung masih berada dalam lingkar ini, rasanya nggak ada salahnya untuk mencoba berbagi pengalaman.

  1. Jalur
Ada beberapa jalur dapat kita tempuh untuk menjadi penulis yang bakal dihubungi penerbit untuk mendapat job menulis, ini beberapa yang saya ketahui :
-          jalur reguler, yaitu dengan mengirimkan karya kepada penerbit, kalau karya layak terbit dan pemasaran bagus, dari penerbit pun biasanya akan kembali menghubungi untuk menerbitkan kembali lewat mereka
-          jalur agensi, yaitu dengan menawarkan outline kepada agensi naskah, atau pun sebaliknya, agensi yang hunting outline naskah untuk kemudian menghubungkan penulis dengan penerbit yang sedang membutuhkan naskah tema tertentu
-          jalur sekolah menulis, saat ini banyak penerbit yang membuka semacam writing academy, di mana penerbit mengadakan audisi lewat sinopsis, penulis yang lolos akan dibimbing hingga menghasilkan satu karya utuh. Menurut saya, jika penulis berhasil melewati “sekolah” ini hingga menghasilkan sebuah karya yang layak terbit, tak tertutup kemungkinan, ke depan, penerbit ybs akan kembali menawarkan untuk menerbitkan naskah pada mereka
-          jalur kompetisi, diantara jalur2 diatas, ini adalah jalur yang membawa nasib saya menjadi seperti sekarang, ketika beberapa novel saya terbit setelah sebelumnya ada yang nyangkut dalam kompetisi novel yang diadakan penerbit ybs. Nggak harus menang sih, misalnya saja novel Hati Memilih, yang waktu itu hanya masuk 20 besar, tetapi setelah terbit, Alhamdulillah entah karena progress cetulnya cukup cepat, atau mungkin juga karena penerbitnya waktu itu memang baru membuka lini romance, sehingga butuh banyak naskah romance, maka sebulan setelah novel ini cetul saya diminta mengirim sinopsis naskah baru, yang kemudian terbit dengan judul Yang Kedua.

  1. Keuntungan
-          Kita jadi terkondisikan untuk disiplin dalam menulis, mengingat dengan system ini biasanya penerbit memberlakukan dateline
-          Kita terkondisikan untuk mengawali tulisan dengan sinopsis dan outline
Sebelum melalui cara ini, saya termasuk type trial and error juga. Ada ide langsung ditulis, dan terserah jari saya mau bawa ide itu kemana, mau selesai kagak, mau selesainya kapan2 or gak selesai2 juga belum dipikirin matang-matang, tetapi dengan terikat pada penerbit, kita akan diminta terlebih dulu menyetor sinopsis dan kadang2 plus outline sehingga kita terkondisikan untuk memulai sebuah tulisan dengan perencanaan terlebih dulu
-          Motivasi menulis lebih kuat, mengingat kita menyadari bahwa naskah kita dijamin akan terbit, tapi tentunya kalau naskah itu berhasil kita selesaikan dengan baik dan sesuai tenggat waktu
-          Memperoleh pembelajaran gratis. Ini saya dapatkan selama proses revisi mulai dari revisi sinopsis hingga revisi naskah utuh dari tim editor. Editor akan menunjukkan kekurangan2 dari segi struktur cerita. Dari situ kita bisa belajar membangun cerita yang memenuhi kaidah unsur yang baik (plot, alur, karakter, setting, dsb), setidaknya yang memenuhi standar penerbit ybs
-          Memperoleh pemasukan materi yang teratur. Ini kalau dalam setahun kita bisa menerbitkan secara frekuentif, ya katakanlah 3-4 buku dalam setahun. Dari kontraknya, kita jadi tahu pada bulan berapa kita bakal dapat kucuran DP dan royalti. Dari segi jumlah, besarannya sangat relatif, tergantung angka terjual (untuk sistem royalti), dan kalau peredaran bukunya masih bagus, meski tahun berganti pun besaran royaltinya masih cukup memadai, kecuali kalau kita menerbitkan dengan sistem beli putus yang besaran angkanya sudah fix dan hanya dibayar satu kali.

2. Konsekuensi
-          Must be ready to write under pressure. Wah, kedengerennya serem ya? Nggak juga sih sebenarnya, tergantung sikon penulisnya juga. Kalau penulisnya punya banyak waktu luang dan ia memiliki kemampuan menulis cepat juga mentalnya siap menghadapi revisi yang seabrek, insya Allah nggak akan menganggap dateline dan revisi sebagai pressure atau tekanan.

Jujur saja, saya juga sempat mengalami pressure ini, mengingat saya nggak punya banyak waktu luang dan bukan type penulis cepat. Yang paling hectic itu sekitar akhir tahun lalu, di mana dalam bulan yang sama saya mengerjakan empat novel sekaligus dengan dateline @1 – 3 bulan. Kalo orang daerah saya bilang, itu “kerje gile”, hehe, untung nggak sampe gila beneran, amit2, hihihi, tetapi sempet galau tingkat tinggi juga sih, sampe saya sempet remove dari BAW, dan sebel banget saat melihat euforia teman2 yang menang lomba blog dan quiz. Dalam hati pernah ngomong, enak banget ya nulis dikit kalo menang hadiahnya wow, sementara kita terjungkal-jungkal nulis beratus halaman, royalti yang turun belum tentu sama nilainya dengan hadiah ngeblog. Tapi masa-masa nan hectic itu sudah berlalu koq, sekarang malah kadang ikutan nunggu di-tag info lomba blog baru, kali aja sesekali ada peruntungan juga di situ :)

-          Harus bisa atur waktu dan mood
Adanya dateline membuat ritme nulis kita harus konsisten. Jangan sampai mengalami writer’s block berkepanjangan karena itu bisa bikin kita gagal kelar nulis pas dateline. Gimana caranya, ya kita sendirilah yang paling tahu, entah itu dengan sesekali refreshing, or banyak baca buku or nonton film yang menginspirasi, dll

-          Harus bisa bersahabat baik dengan editor
Tiap editor beda cara komunikasi, beda pula tingkat ketelitian dalam mengoreksi dan memberi saran revisi. Jadi, kita harus tahu menempatkan sikap yang tepat, jangan sampai rese’ dengan dikit2 nanya progress naskah, mau diskusi pun batasi pada hal-hal yang perlu saja. Untuk proses revisi pun, sebaiknya kita mampu “membaca” maksud sang editor dibalik saran2 revisinya. Di sini memang butuh mental yang cukup kuat, karena terkadang proses revisi memang cukup mumet.
Novel duet saya yang sekarang lagi melalui masa revisi, poin revisi besarnya nggak kurang dari selusin dan kalo nggak salah itung, poin revisi yang kecil2 mencapai angka 108 poin. Lumayan yak jumlahnya? :) dan tips untuk nggak langsung down melihat angka segitu banyak, cermati dulu poin2 revisi besarnya dan pahami maksudnya, karena biasanya yang kecil2 itu tujuannya adalah untuk memenuhi poin revisi besar itu.

-          Harus bisa membaca segmen dan standar penerbit
Meski pun genrenya sama, masing-masing penerbit punya standar dan segmen yang berbeda-beda. Genre romance misalnya. Ada penerbit yang nggak masalah dengan adegan hubungan romantis pada level apapun tetapi ada juga yang memberlakukan standar tertentu. Ini bisa kita pelajari dengan membaca novel2 terbitan penerbit ybs. Dari blog editor saya yang saya baca, saya bersyukur karena salah satu novel saya dihandle oleh editor yang kebetulan memang nggak suka adegan cinta yang gimana2, jadinya cukup klop :)

3.Kerugian
-          Saya pernah baca opini kalo buku yang terbit berdekatan dari penulis yang sama, efeknya kurang bagus pada pemasaran. Mungkin saja ada benarnya, tetapi kalau untuk buku2 saya yang kebetulan terbitnya berdekatan tahun ini, saya masih wait and see, apakah opini ini terbukti atau tidak, karena jadwal royaltinya memang belum ada yang jatuh tempo

-          Produktivitas juga bisa memengaruhi kualitas karya, dan biasanya ini terhubung dengan kondisi psikis juga, rasa bosan, lelah, dsb bisa membuat penulis kekurangan kreativitas hingga terjebak dalam pengolahan tema yang mirip atau pun karakter tokohnya yang mirip2. Jadi memang butuh energi fisik dan psikis yang stabil agar bisa tetap produktif tanpa mereduksi kualitas tulisan

Segitu dulu ya. Silahkan kalau ada yang mau nambahin. Semoga bermanfaat :)

3 comments:

  1. hehe,bermanfaat bget untk sy yg msh bermslah dgmood, shingga DL terbengkalai :)

    ReplyDelete
  2. huhu makasih mbak tipsnya

    ReplyDelete
  3. Waw, serasa nemu harta karun. Makasih tips nya ya, Mbak :)

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung ke blog BaW. Mohon kritik dan komentar yang membangun untuk setiap postingan ;)