Oleh: Irhayati Harun
(Pernah dimuat di Majalah Alia)
Kata kata yang menghancurkan, meninggalkan bekas luka dihati. Memaafkan
orang yang telah menggoreskan luka memang tak mudah. Butuh kesabaran dan
keikhlasan hati dalam memberi maaf. Dihari kemenangan ini, mampukah ia
melakukannya? Mengingatluka dihatinya cukup dalam pada mantan suaminya.
Gema
takbir dan tahmid berkumandang.menyerukan kebesaran dan keagungan Tuhan
subhanahu wata’ala. Rasa syukur dan haru membaur menjadi satu.
Syukur,karena telah menjalankan ibadah puasa selama satu bulan dengan
baik, meski tak penuh karena adanya tamu bulanan. Haru,karena sebentar
lagi akan berpisah dengan bulan suci yang penuh rachmat. Semoga Ramadhan
kali ini, bukanlah menjadi Ramadhan yang terakhir baginya. Begitu pula
harapan umat muslimdi seluruh penjuru dunia.
Begitu memasuki
aidil fitri, setiap umat muslim dan muslimah terlahir suci kembali.
Bagaikan kertas putih yang tanpa noda. Baik seorang bayi yang baru lahir
kedunia. Hari-hari mendatang, akankah kertas putih bersih itu ia isi
dengan catatan-catatan kebaikan?atau sebaliknya,catatan keburukan yang
ia buat baik secara sengaja ataupun tidak.
Mampukah ia
mempertankan kebersihan hati dan pikirannya dari amaraah dan dendam?
Memang,sebuah perjuangan yang cukup sulit. Sebagai manusia, ia tak bisa
lepas dari godaan. Dan godaan hawa nafsu merupakan cobaan terberat dalam
hidup manusia. Hawa nafsu amarah, benci, dendam, dan gemerlapnya
duniawi. Kedepannya akankah imannya bertambah? atau semakin berkurang
adanya.Wallahu a’lam. Hanya Allah yang tahu kelemahannya. Sebagai
manusia,dia hanya bisa berusaha sambil berdo’a, untuk terus memperbaiki
diri menjadi manusia yang lebih baik.
Anisa memandang lepas
keluar jendela. Menatap bintang yang berpijar-pijar indah dilangit yang
tinggi. Kebiasaannya sejak kecil tak pernah hilang. Dulu bila ibu
memarahinya karena salah, dia akan mengurung diri dikamar sambil menatap
bintang-bintang, untuk mengobati rasa marahnya pada ibu. Sampai
akhirnya ia mengantuk dan tertidur. Keesokan harinya rasa sedih dan
marahnya tak ada lagi. Tapi sekarang, mengapa begitu sulit?
Sekarang
batinnya sedang gundah. Hanya dengan menatap bintang-bintang di langit
yang hitam, dia merasa sedikit tenang. Mencoba menenangkan kegundahan
hatinya dengan menikmati cahya bintang dimalam hari. Sambil tak lupa
berdjikir memuji keindahan semesta ciptaan yang Kuasa. Kedua anaknya
Alit dan Alisa sedang ikut neneknya kemesjid. Dia menikmati
kesendiriannya. Dia perlu rehat sejenak setelah tubuhnya penat sehabis
berbenah dan memasak aneka makanan untuk hidangan lebaran. Opor ayam,
ambal aty, dan sayur lodeh, telah beres ia kerjakan.Sedangkan kue-kue
kering, jauh-jauh hari sudah ia pesan pada teman arisannya Shinta, yang
memang dikenal pintar membuat aneka cake di kompleks perumahan merka.
Akh…..sebenarnya
tak ada tamu yang terlalu istimewa yang akan datang besok. Tapi bagi
kedua anaknya, kedatangan ayah mereka dirasa sangat special. Seperti
lebaran tahun lalu, ayah dari kedua anaknya itu akan datang lebih awal
dari tamu-tamu yang lainnya. Tak sekedar menengok, tapi juga mengajak
pergi Alisa dan Alit ketempat-tempat hiburan dan permainan. Setelah
lebih dulu menyantap makanan bersama Alit dan Alisa. Dia ikut bahagia
melihat binar-binar keceriaan diwajah kedua anak kesayangannya. Hanya
itu yang ia rasa, tak lebih.
Meski mantan suaminya meencoba
bersikap sangat manis padanya dibanding sewaktu mereka masih menjadi
sepasang suami istri,dia tetap tak tergerak. Padahal kata-kata yang
diucapkan Bang Togar tak lagi sekasar dulu, saat dia masih menjadi
istrinya. Ia tak tahu pasti apakah Bang Togar benar-benar sudah berubah
dan menyesali perbuatannya. Dengan berkali-kali memohon untuk ia
maafkan. Ataukah sekedar siasat agar hatinya luluh dan mau rujuk kembali
padanya?
“Demi anak Annisa. Apakah kau tega menghancurkan masa depan mereka dengan perpisahan kita? Berilah abang kesempatan kedua.”
“Tapi,
aku belum bisa menerima Abang sekarang. Abang kan tahu, aku belum siap
untuk berumah tangga lagi dengan abang,”jawabku dengan nada dingin.
Bang
Togar pun tak berkata-kata lagi mendengar jawabannya. Yah…..sikapnya
belum berubah pada mantan suaminya itu pada saat lebaran tahun
lalu.Tapi,bagaimana kalau besok Bang Togar kembali membujuknya untuk
rujuk? jawaban apa yang akan diberikan? Hal itulah yang membuat hatinya
dilanda gundah dan bingung. Disatu sisi dia ingin melihat anaknya
bahagia.tapi disisi yang lain, ada segores luka hati yang belum kering.
Hanya saja, dia perlu waktu yang tidak sebentar untuk memulihkan sayatan
hatinya yang terluka cukup dalam.
Maafkan hamba ya Allah…..yang
sampai detik ini tak jua dapat menerima ayah dari anak-anak hamba.
Karena hati ini pernah berdarah-darah dibuatnya. Bang Togar yang awalnya
dikenal sebagai seorang lelaki yang sangat bertanggung jawab, ternyata
seorang yang sangat temperamental. Apabila dia melakukan kesalahan
sedikit saja, cacian dan makian akan terlontar begitu saja dari mulut
suaminya. Apalagi bila menyangkut pengasuhan kedua anaknya. Bang togar
sangat mendiktenya sedemikian rupa.
Perbedaan-perbedaan dalam
pola asuh diantara mereka semakin tajam. Diapun sudah tak mampu bertahan
lagi dalam biduk rumah tangga yang di dalamnya kerap terjadi
percekcokan. Hampir tak ada lagi keharmonisan seperti di awal-awal
pernikahan. Mungkin pola asuh dalam keluarga berperan besar dalam
membentuk karakter suaminya.
Memang,sejak kecil Bang Togar di
didik penuh dengan disiplin dan ketat oleh bapaknya. Maklum, bapak Bang
Togar adalah seorang militer. Pukulan dan kata-kata kasar adalah makanan
sehari-hari bagi mantan suaminya.
Berbeda dengan dirinya .
Sedari kecil ia di didik dengan pola demokrasi dan penuh kasih sayang
serta kelembutan. Hampir tak pernah dia mendapat perlakuan kasar dari
kedua orang tuanya. Apalagi dia merupakan anak perempuan satu–satunya
dikeluarga. Posisi tersebut membuatnya sedikit manja dan terkadang
berlaku kekanak-kanakan. Dan tanpa sadar terbawa hingga ia memiliki
suami. Salah satu yang membuat Bang Togar mengkritik tingkah
lakunya.Bang Togar ingin dia bersikap dewasa dan tegas.Dan dia sudah
berusaha memenuhi harapan Bang Togar. Sudah banyak perubahan yang ia
lakukan. Tapi Bang Togar tetap tidak mau berubah. Malah semakin
membuatnya tertekan dengan mengekang kebebasannya. Membatasi segala
aktivitasnya diluar rumah. Jadwal berkunjung kerumah keluarganya juga
sangat dibatasi. Tak ada toleransi keluar rumah sekedar mengusir
kejenuhan. Bang Togar hanya ingin ia dirumah saja mengurus anak-anak.
Tak ayal, dia pun tak lagi merasakan rumah tangganya sebagai surga.
Malam
bertambah larut .tapi dia tak jua bisa memejamkan mata, meski badannya
terasa lelah. Pikirannya masih dipenuhi oleh pergulatan-pwrgulatan batin
yang ta kunjung bisa ia temukan jalan keluarnya.
“Assalamualaikum…”
kesendiriannya terusik mendengar suara salam dari Alit dan Alisa.
Berbarengan. Rupanya mereka sudah pulang dari mesjid.
“Waalaikum salam...,”jawabnya . segera dia keluar kamar menemui kedua anaknya.
Hari
mulai terang-terang laras.sanak keluarga yang sedari tadi ramai
memenuhi rumah Mamak mulai pamit satu-persatu. Annisa pun membereskan
rumah dan mencuci perabotan yang kotor.
“Alisa dan Alit. Ayo
Bantu Ummi membereskan meja makan,” perintahnya lembut. Namun kedua
malaikat vkecilnya itu tak jua beranjak dari kursi tamu. Wajah keduanya
terlihat begitu tak bahagia. Ada rona kesedihan terpancar dari wajah
anak-anaknya.
Annisa sangat mengerti kalau kedua buah hatinya
sangat kecewa lebaran kali ini. Diantara semua tamu yang datang, hanya
ayah mereka yang belum muncul sampai sesore ini. Meski dia tak terlalu
memikirkannya, tapi dia tak bisa cuek untuk tak memikirkan perasaan
permata hatinya. Bagaimanapun, tak ada yang namanya bekas ayah bagi
seorang anak.
“Ayah kok belum datang juga Mi. Alisa kan pengen jalan-jalan sama ayah.”
“Iya. Alit juga pengen main games sama ayah.”
“Pokoknya
kami enggak mau lebaran tanpa ayah!” kedua anaknya berseru kompak dan
langsung masuk ke dalam kamar. Melihat itu, Annisa ikut sedih.
Rasanya,
dia ingin menelepon Bang Togar. Menanyakan mengapa dia tak datang
mengajak anak-anak? Tapi dia urungkan niat tersebut karena gengsi.
Bukankah itu sudah kewajiban Bang Togar sebagai seorang ayah? Buat apa
dia susah-susah mengingatkan. Tiba-tiba telepon diruang tamu berdering
saat dia sedang sibuk di dapur. Tak lama kemudian Mamak menghampirinya,
membawa berita yang tak pernah ia harapkan.
“Bang Togar sakit apa katanya Mak?” Annisa bertanya cemas.
“Yang Mamak dengar tadi terkena serangan jantung. Dan sekarang sedang dirawat diruang ICU.”
Tanpa
menunggu lagi, dia segera mengajak Mamak, Alit dan Alisa ke rumah sakit
malam itu juga. Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, tak henti-hentinya
dia berdoa. Dalam hatinya ada sejumput penyesalan, karena masih
bersikap argan untuk tidak memaafkan mantan suaminya.
Ya Allah!
Lenyapkanlah dendam dihati hamba. Agar lebih optimis dan ringan dalam
melangkah. Juga bukakanlah pintu hati Bang Togar untuk bisa berubah.
Amin…Ia menutup doanya dengan air mata berlinang.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung ke blog BaW. Mohon kritik dan komentar yang membangun untuk setiap postingan ;)