Ide fabel ini muncul ketika penulis sering merasa miris
menyaksikan banjir yang sepertinya selalu menjadi masalah ketika musim
hujan tiba. Meski problema tersebut melibatkan banyak faktor, namun
persoalan lingkungan sudah pasti turut andil di dalamnya. Olehnya itu
penulis ingin menyisipkan pesan mengenai hal tersebut melalui fabel
kepada anak-anak....
Pik-Can si Kepik Pesolek
Pik-Can si Kepik Pesolek
Oleh : Niki Rissa
Pik-Can, si kepik
cantik yang senang bersolek mematut-matut diri di depan cermin. Ia baru
saja menggosok ketujuh totol di punggungnya sampai mengilap. Sekarang ia
sedang mengagumi kemolekannya sendiri.
“Satu, dua,
tiga, empat, lima, enam, dan tujuh,” katanya sembari menghitung seluruh
totol hitam di punggung oranye terang-nya.
Setelah
merasa puas Pik-Can mengembangkan sayap belakangnya dan terbang ke dekat
jendela kamarnya yang terbuka. Ia melongok ke luar.
“Hei,
Pik-Can! Sini bantu kami membersihkan got-got berlumpur ini!” teriak
Pik-Bun si kepik tambun.
“Iya, sini kamu! Jangan malas,
lho. Sebentar lagi hujan pertama di musim penghujan akan segera tiba.
Kalau kita tidak membersihkan got-got ini bisa-bisa nanti kita
kebanjiran,” tutur Pik-Jak si kepik bijaksana.
“Ah,
nggak akan lah. Lagipula aku baru saja menggosok totol-totolku. Kalau
aku ikut membersihkan got nanti mereka kotor lagi kena lumpur. Hiiyy,
jijik!” ujar Pik-Can sambil bergidik.
“Huuu….,”
beberapa kepik lain yang sedang sama-sama bekerja bakti ikut meneriaki
Pik-Can.
Pik-Can tidak peduli. Ia terbang keluar
jendela lalu mengitari teras rumahnya. Bukannya ikut membantu
kawan-kawannya membersihkan got, kali ini ia malah sibuk mengamati aneka
tanaman bunga yang dipeliharanya di taman. Ada bunga mawar putih
kesukaannya, melati, anyelir dan anggrek bulan. Pik-Can bermain
berayun-ayun di kelopak bunga yang sedang bermekaran. Ia sangat
menyayangi semua bunga di dalam tamannya itu.
Dari
kejauhan Pik-Bun, Pik-Jak, dan kepik-kepik lain geleng-geleng kepala
melihat tingkah Pik-Can. Mereka tak percaya Pik-Can tidak mau ikut
bekerja bakti membersihkan got di depan rumah masing-masing.
Hingga
akhirnya hari berubah menjadi sore. Awan-awan gelap berarak di langit.
Para kepik yang sedang bekerja bakti bergegas bubar untuk berlindung di
rumah masing-masing.
Glar! Petir menyambar meninggalkan
jejak kilat di langit. Rupanya hujan akan turun sore ini. Dan benar
saja, tak lama kemudian tetes air besar-besar tercurah dari langit.
Seluruh warga kepik tidak ada lagi yang berani keluar rumah. Mereka
hanya mengintip dari balik jendela dan bersyukur tadi sudah membersihkan
got di depan rumah masing-masing.
Keesokan paginya…
“Aaarrrgghhhh!!!”
Terdengar teriakan histeris dari arah rumah Pik-Can.
Pik-Bun,
Pik-Jak, dan beberapa kepik lain yang mendengar suara itu bergegas
mendatangi rumah Pik-Can.
“Ada apa, Pik-Can?” tanya
Pik-Bun bingung.
“Kenapa kamu berteriak?” sambung
Pik-Jak.
“Itu! Masa kalian nggak lihat?” tunjuk Pik-Can
ke arah bunga-bunga di tamannya. Wajahnya memancarkan kesedihan.
“Mawar
putihku, anggrek bulanku, hu .. hu .. hu .. semua jadi rusak terendam
lumpur,” tangis Pik-Can.
“Kamu sih, kemarin diajak
bersih-bersih nggak mau. Jadinya gini deh, halamanmu terendam lumpur,”
ujar Pik-Jak.
Pik-Can menatap kawan-kawannya. Ada sorot
penyesalan di sana.
Bagus, Mbak. Sukaaa, deh! :)
ReplyDelete