Bismillahirrahmanirrahim
Jika saat ini aku
duduk di beranda rumah kita, aku akan memetik gitarku meskipun berdebu dan satu
senarnya putus. Lalu ku senandungnya potongan-potongan bait yang kusuka…seperti
ini…
Hanya
bilik bambu tempat tinggal kita
Tanpa
hiasan, tanpa lukisan
Beratap
jerami, beralaskan tanah Namun semua ini punya kita#
Hanya
alang alang pagar rumah kita
Tanpa
anyelir, tanpa melati
Hanya
bunga bakung tumbuh di halaman Namun semua itu milik kita#
Bila
kulelah tetaplah disini
Jangan
tinggalkan aku sendiri
Bila
kumarah biarkanku bersandar Jangan kau pergi untuk menghindar*
Pegang
pundakku, jangan pernah lepaskan
Bila
ku mulai lelah… lelah dan tak bersinar
Remas
sayapku, jangan pernah lepaskan Bila ku ingin terbang… terbang meninggalkanmu*
Apakah masa itu telah
tertinggal begitu jauh di belakang sana, hingga untuk memulai kata pertama
saja, aku harus memasukkan kepalaku ke dalam freezer?
Ketika pertama rumah
ini di bangun, aku seperti melihat, sesungguhnya telah diletakkan sebuah kotak
besar tempat kita menaruh mimpi. Kotak yang berharga, lebih dari sekedar
materi.
Konon katanya, ada
bukan berarti tampak oleh mata. Merasakan bukan berarti mudah diucapkan.
Mungkin, rumah kita memang hanya layar-layar yang berbicara. Tapi semua nampak
nyata. Seperti aliran listrik yang menerangi dini hari di kotaku ini.
Katanya lagi, setiap
hati mencintai dan menyayangi dengan caranya sendiri-sendiri. Kata manis bukti
sayang, kalimat sedikit pedas bukti perhatian, dan mungkin ada yang sedikit
pahit justru menjadi obat, jamu dan energi yang menguatkan.
Jika kata adalah
segala. Maka bagiku, di sini kata menjelma energi. Kata juga menjadi inspirasi.
Dan, jika dunia maya adalah belantara untuk berpetualang, maka kalian adalah
keluarga tempat aku pulang. Bahkan, sejauh apapun aku pergi, maka di sinilah
rumah untuk aku kembali. Seperti halnya banyak kutemui beranda terbuka,
tapi hanya di sini aku merasa nyaman untuk bercerita.
Terima kasih, untuk
semua. Kalian telah menjadi bagian berharga dalam ruas jalanku yang bisa
kuceritakan berulang-ulang.
Maka,sampai bait ini
aku mengerti, meski tadi kata kubilang segala, pada akhirnya aku tahu, kata tak
bisa mengungkap semua. Jadi kuakhiri surat ini dengan rangkaian rabithah,
semoga Alloh mengokohkan persaudaraan kita. Mengekalkan cinta kita, menunjukkan
jalan kita, dan memenuhi hati-hati kita dengan cahaya-Nya.
Salam hangat, selalu.
NB: Terimakasih untuk Mbak Leyla, Mbak Riawani, Mbak Eni M, yg telah membangun rumah ini dengan cinta dan ilmu. Semoga Alloh membalasnya dengan kebaikan berlipat.#potongan lagu rumah kita*potongan lagunya Sheila on 7
aamiin yaa Rabb..senang berkenalan dengan mbak Brina :)
ReplyDeleteMakasih Jeng :)
Delete"Nb lagi: klo jaman dulu surat selalu diakhiri dengan ini 4x4=16 lho :D artinya?"
Deletesempat ga sempat harus dibalas..hihi
subhanallah ya
ReplyDelete